Siang itu cuaca sangat terik. Matahari menyinari bumi seolah
mulus tanpa penghalang. Di meja depan Gilang sudah tersedia minuman dingin, teh hangat milik ibu dan bermacam-macam
cemilan. Jodie bersama ibunya sedang duduk santai di teras rumah bersama
Gilang. Teras rumah dibuat besar berbentuk setengah lingkaran. Di tengah-tengah
teras tersedia kursi rotan dan kursi kayu yang sudah di otak-atik oleh Jodie
dan Gilang sehingga kursinya terlihat lebih cantik dan nyaman.
Kursi yang di duduki oleh mereka sebelumnya
hanyalah kursi kayu panjang dengan punggungan biasa. Kemudian sesuai permintaan
Jodie, Jodie dan Gilang mengubah warna cat kursi menjadi warna putih dan memotong
kaki kursi sehingga lebih pendek. Mereka juga menambahkan matrass dengan tebal
15 cm, kemudian matrass menggunakan sarung berwarna hijau tosca perpaduan putih
yang senada dengan warna bantal-bantal kursi.
Di hadapan mereka adalah taman kecil dengan pagar yang
dipenuhi tanaman hias. di salah satu sudut ada lemari kecil dengan 5 tingkat rak. masing-masing rak dipenuhi oleh buku-buku bacaan dan antrian novel yang belum dibaca oleh Jodie.
“Mana cemilan buat gue?” Gilang menagih janji Jodie.
“Cemilan itu aja belum habis. Habisin dulu, baru gue kasih
cemilan baru.” Jodie menjawab sekenanya.
Gilang mengambil satu bungkus cemilan yang sudah kosong, kemudian
membalikkan bungkusnya seperti mau menumpahkan isinya “Niihhhhh.. kosong, Jod!”
Jodie yang awalnya tengah asik memotong kuku, tahu Gilang
menunjukkan cemilannya yang habis akhirnya menghentikan kegiatan memotong
kukunya lalu beranjak ke arah dapur. Ibunya Jodie hanya mendengarkan Jodie dan
Gilang berbicara. Ibu sudah tahu kelakuan Jodie dan Gilang jika sudah bertemu.
Sejak kecil Gilang sering main ke rumah Jodie. Begitupun Jodie. Orangtua mereka
juga sudah saling mengenal satu sama lain. Terkadang bundanya Gilang bermain ke
rumah Jodie, begitupun sebaliknya, ibunya Jodie akan berkunjung ke rumah Gilang saat sedang memiliki waktu luang.
Ibu Jodie sangat mempercayakan Jodie kepada Gilang. Rasa
percaya ibu bukan tanpa alasan. Sudah berkali-kali Gilang menjaga Jodie, bahkan
menyelamatkan Jodie.
Pernah suatu waktu saat SMA Jodie pulang malam karena kerja
kelompok bersama teman. Seharusnya kerja kelompok sudah selesai sejak Pukul 8
malam, tetapi karena ada beberapa kliping yang belum dilengkapi, hal itu akhirnya
membuat Jodie pulang terlambat. Saat itu sudah menunjukkan pukul 10 malam
lewat. Jodie yang dalam perjalanan pulang justru diganggu oleh sekumpulan anak
muda yang sedang nongkrong.
Jodie yang awalnya tidak menghiraukan mereka ternyata membuat mereka semakin berani. Salah satu dari mereka mencolek Jodie, kemudian satu lagi merangkul Jodie. Jodie seketika panik dan segera berlari, tetapi malangnya anak muda tersebut mengejar. Di persimpangan gang, Jodie berbelok ke arah rumah Gilang, Jodie langsung masuk ke teras karena pagar rumah belum di kunci. Sambil menggedor-gedor pintu Jodie berteriak memanggil Gilang sambil menangis.
Jodie yang awalnya tidak menghiraukan mereka ternyata membuat mereka semakin berani. Salah satu dari mereka mencolek Jodie, kemudian satu lagi merangkul Jodie. Jodie seketika panik dan segera berlari, tetapi malangnya anak muda tersebut mengejar. Di persimpangan gang, Jodie berbelok ke arah rumah Gilang, Jodie langsung masuk ke teras karena pagar rumah belum di kunci. Sambil menggedor-gedor pintu Jodie berteriak memanggil Gilang sambil menangis.
Gilang yang sedang menonton tv bersama bunda terkejut saat
itu. Menyadari ada suara Jodie diluar, Gilang langsung berlari kearah pintu di
ikuti oleh bunda dan mendapati Jodie menangis ketakutan. Setelah pintu terbuka,
Jodie langsung memeluk bunda erat-erat sambil tidak berhenti menangis.
Tanpa perlu bertanya ke Jodie, Gilang sudah tahu bahwa ada yang tidak beres. Gilang keluar pagar dan mendapati 3 orang anak muda setengah mabuk sedang mencari-cari seseorang dengan wajah beringas.
“Lo cari siapa?” Tanya Gilang dengan mata memerah menahan
marah.
“Gue cari cewek cantik yang tadi lewat sini.” Ujar salah
satu dari mereka. Perawakan mereka sangat berantakan, dengan atasan hitam dan
celana jeans belel yang sengaja di sobek. Di hidung 2 orang dari mereka di tindik.
Salah satu dari mereka memiliki tattoo tengkorak dan dua buah pisau yang disilangkan.
“Oh jadi kalian yang buat temen gue nangis?” tanya Gilang
dengan nada tertahan. Sekali saja mereka salah menjawab, Gilang akan langsung
menghajar mereka.
“Temen lo? Eh Tet, ternyata cewek cantik tadi teman dia.”
Ujar salah satu dari mereka ke temannya yang lain.
“Mana temen lo tadi? Kenalin lah ke kita.” Lelaki bertatto berucap
dengan kondisi tubuh yang susah untuk berdiri tegak. Sepertinya ia yang paling
banyak minum dibanding kedua temannya.
Gilang sudah tidak bisa menahan sabarnya. Tangannya memukul
salah satu dari mereka. Telak! Orang tersebut tersungkur. Mengetahui temannya
dipukul, dua orang mabuk yang masih berdiri naik pitam. Mereka menyerang Gilang
bersama-sama. Malang bagi ketiga laki-laki tersebut karena Gilang bukan
tandingan mereka. Gilang sudah ikut beladiri sejak kelas 6 SD hingga SMA.
Melawan 3 orang mabuk bukan hal susah buat Gilang.
“Gue ingetin ke kalian. Jangan sekali-sekalinya kalian
ganggu temen gue!!!!!” Tangan Gilang menunjuk-nunjuk 3 orang mabuk tersebut. Mereka bertiga yang ditunjuk-tunjuk oleh Gilang masih meringis kesakitan di jalanan.
“Sekali lagi kalian ganggu temen gue, nyawa kalian
taruhannya!!!”
Jodie yang melihat dari balik pagar terus menangis. Kali ini
Jodie menangis bukan hanya karena diganggu oleh laki-laki bajingan tersebut, tetapi
karena mengkhawatirkan keadaan Gilang. Bunda juga mengkhawatirkan Gilang, tetapi karena tidak ingin melihat Jodie semakin panik, bunda tidak memperlihatkan kekhawatirannya. Jodie takut Gilang kenapa-kenapa. Maka
saat Gilang masuk ke teras, Jodie langsung melepaskan pelukan ke bunda dan
berlari ke arah Gilang kemudian menangis di pelukan Gilang.
“Udah Jod, jangan nangis lagi. Mereka udah pergi kok. Mereka
ga akan ganggu lo lagi.” Hibur Gilang sambil mengusap-usap kepala Jodie.
Gilang melihat ke balik pagar. Ketiga pemabuk yang babak belur karena Gilang
berlari tergopoh-gopoh sambil memegang tubuhnya yang sakit.
Setelah itu Jodie takut pulang ke rumah. Jodie menelepon ibu
menggunakan telepon rumah Gilang kemudian menceritakan yang baru saja menimpanya
sambil menangis. Tidak lama dari Jodie menelepon, Ibu Gilang sudah tiba di rumah Gilang. Jadilah malam itu Jodie dan ibunya tidur
di kamar Gilang, sedangkan Gilang tidur di ruang tamu.
“Kata Jodie, Nak Gilang mau nemenin Jodie naik gunung ya?”
Ibunya Jodie membuyarkan lamunan Gilang.
“Iya, Bu. Boleh yaaa. Nanti Gilang jagain Jodie. Pokoknya
nanti kalo ada yang macam-macam sama Jodie, akan langsung Gilang smackdown.” Ujar
Gilang sambil mempraktikkan gaya memukul.
Ibu tertawa melihat Gilang. “Ibu sih percaya sama Gilang.
Gilang pasti jagain Jodie, ibu tahu itu.”
“Berarti boleh, Bu?” Gilang menunjukkan wajah manjanya. Gilang
tidak pernah bersikap pura-pura di depan ibu. Baginya ibu Jodie adalah ibunya
sendiri. Selayaknya ibu sendiri, Gilang sering bermain ke rumah Jodie bukan
untuk menemui Jodie, tetapi menemui ibu. Terkadang saat Jodie pulang dari
bermain, ia melihat Gilang dan ibunya sedang minum teh berdua sambil mengobrol.
“Boleh saja. Asal Jodie melakukan persiapan matang untuk
perjalanannya itu.”
“Perjalanan apa, Bu? Jodie mau naik gunung kok.” Gilang tidak
paham tentang perjalanan yang ibu maksud.
“Lah iya perjalanan toh. Dari rumah ke pasar itu namanya perjalanan,
dari Jakarta ke Bandung itu perjalanan, dari sini ke gunung itu juga
perjalanan. Bedanya kan perjalanan dari rumah ke pasar tidak terlalu jauh, dari
Jakarta ke Bandung bisa naik bus. Lah ini ke gunung gimana? Naik motor sampai
atas? Ndak toh? Makanya ibu bilang jangan lupa persiapan.” Ibu menjeda
pembicaraanya kemudian menghirup teh hingga beberapa tegukan.
“Jodie itu malas jalan kaki. Apa-apa naik motor, ke warung
depan saja naik motor. Lah ini mau naik gunung yang jalannya jauh, jalannya
nanjak. Kalo ndak ada persiapan, bisa nyusahin orang saja nantinya.”
Mendengar penjelasan ibunya Jodie, akhirnya Gilang paham. “Mulai
besok Gilang akan ajak Jodie untuk lari, Bu.”
Ibu mengangguk-angguk. "Bagus itu. biar Jodie ndak sedikit-sedikit nyusahin Gilang. dikit-dikit nyusahin Gilang."
"Jodie ga pernah nyusahin Gilang kok bu." Gilang mengucapkan itu tulus. Ia tidak mau baik ibu ataupun Jodie menjadi sungkan kepadanya.
Jodie yang lama di dapur akhirnya keluar membawa cemilan dan
mie goreng telor 2 piring.
“Mie goreng, Jod?” Gilang tepok jidat. “Gue kira lo mau
ngasih gue apa gitu. Kalo mie goreng mah di rumah juga ada.”
Jodie hanya tertawa. Ternyata Jodie memang sengaja memasak
mie goreng untuk Gilang. Toh kemarin Gilang tidak meminta jenis makanan
tertentu, jadi Jodie merasa sah-sah saja jika memberinya mie goreng.
“Hey sudah-sudah. Kapan coba ibu lihat kalian tidak
berantem? Ibu kadang heran sama kalian berdua. Kok bisa ya bisa temanan lama?” Ibu berucap
sambil terkekeh-kekeh.
"Jodie tuh bu mancing-mancing mulu." orang yang dimaksud Gilang justru masa bodo.
"Jodie tuh bu mancing-mancing mulu." orang yang dimaksud Gilang justru masa bodo.
Gilang walaupun kesal karena merasa dikerjai oleh Jodie
akhirnya mengambil piring berisi mie goreng tersebut, kemudian melahapnya
bersama keripik yang ada di atas meja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar