Minggu, 15 April 2018

Waktu Part 19 : Desa yang Dingin

"Kita istirahat disini 2 jam ya, guys!" Ucap Acen sambil menurunkan carrier yang sejak tadi bersandar manis di punggungnya.

2 jam waktu yang cukup untuk istirahat. Jodie kembali memejamkan matanya. Naik dan turun gunung membuat staminanya berkurang. Ia melipat kaki, juga melipatkan kedua tangannya. Desa ini terkenal dengan udaranya yang dingin. Walaupun warga desa sudah menggunakan jaket, mereka tetap menggunakan sarung di setiap aktivitas mereka.

Jodie berusaha untuk tidur. Tetapi dingin menembus pakaiannya, lalu menembus kulitnya. Ia menggigil di siang hari.

"Jod!!!" 

Jodie menbuka matanya. Ia melihat Gilang yang sedang memperhatikannya.

"Jangan samakan desa ini dengan suasana di kota. Walaupun disini siang, desa ini tetap dingin." Gilang mengomeli Jodie sambil menutupi tubuh Jodie dengan sleeping bag yang ia bawa.

"Apalagi pakaian elo sekarang basah oleh keringat, itu juga mempengaruhi dingin yang elo rasakan."

Jika saja Jodie dalam kondisi yang baik, mungkin ia akan kembali bertengkar, atau setidaknya adu mulut dengan Gilang. Jodie sebenarnya senang dipedulikan oleh sahabat kecilnya tersebut, tetapi tetap saja ia tidak mau disalahkan. Walaupun terkadang ia memang terlihat mengesalkan dan manja, terutama kepada Gilang.

"Bawel ihhh!"

"Dari pada gue diemin, tau-tau elo mati kedinginan disini, mau?" Ucap Gilang sembari tangannya seolah ingin mengambil kembali sleeping bag yang tadi ia berikan untuk menutupi tubuh Jodie yang kedinginan.

Jodie yang menyadari sleeping bag mau ditarik oleh Gilang, langsung menahannya. Gilang terlihat senang sekali menjahili Jodie. Jodie juga tidak mau kalah, maka terjadilah tarik-menarik sleeping bag. Adegan tarik-menarik tersebut berhenti saat Mahen menghampiri mereka dengan tubuh yang terlihat segar.

"Kamu udah mandi, Jod?"

"Boro-boro, seharusnya aku sekarang sedang tidur nyenyak seandainya cowok nyebelin ini ga ngisengin!" Sahut Jodie sambil tangannya mencubit bahu Gilang. Untuk sesaat Gilang berpura-pura meringis kesakitan, membuat Jodie tertawa. Hingga tiba-tiba Gilang menggetok kepala Jodie kemudian langsung bergegas meninggalkannya yang menggerutu sambil mengelus-elus kepala.

"Hey, sudah-sudah! Mending sekarang kamu mandi, biar badanmu segeran."

"Mandi di tempat sedingin ini, Hen? Ini aja aku udah menggigil..."

"Hahaha kamu kira aku mandi pake air sedingin es batu itu? Ya enggaklah, Jod. Kamar mandi umum disini sudah pake pemanas air. Jadi kamu ga akan kedinginan. Percaya sama aku."

Jodie berfikir lama, menimbang-nimbang perlukah ia mandi. Desa ini sangat dingin. Bahkan di musim kemarau, rumput-rumput akan ditutupi oleh embun yang bertransformasi menjadi butir-butir es.

"Udah, ga usah kelamaan mikir. Sekarang waktu istirahat kita tinggal sejam lagi."

Akhirnya Jodie memutuskan untuk mandi. Toh airnya hangat, fikirnya. Tubuhnya juga sangat kotor. Terakhir mandi itu sebelum mereka naik gunung, 3 hari yang lalu. Ia akhirnya ke kamar mandi umum membawa pakaian ganti dan peralatan mandi seadanya. Setelah mandi, tubuhnya terasa segar. Ketakutannya akan kedinginan tidak terbukti.

Satu jam berlalu, mereka meninggalkan desa dengan awan yang seolah bisa mereka sentuh. Semakin jauh, sayup-sayup dinginnya desa mulai menghilang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Kal di @kalenaefris