Sabtu, 07 April 2018

Waktu Part 10 : Mahendra

Musyawarah Anggota organisasi Mapala baru saja selesai dilaksanakan. Gilang dan Acen yang baru keluar dari sekretariat Mapala langsung berjalan ke kantin belakang kampus. Acen adalah teman satu angkatan Gilang di organisasi.

"Tumben lo baru nongol, Cen. Gue kira lo udah lulus." Oang yang barusan memanggil Acen adalah Mahendra, teman satu kelas Acen dan Gilang. Biasanya setiap habis mengikuti mata kuliah, mereka akan nongkrong di kantin. 

Tetapi sekarang menjelang semester akhir, sudah banyak mata kuliah yang tidak lagi diambil. Hal itu membuat mereka jarang bertemu. Kebetulan Acen dan Gilang ada rapat rutin organisasi, sedangkan Mahendra dan kedua teman yang lain ada urusan di administrasi kampus.

"Sialan lo, Hen! Udah kayak emak gue lo tau ga? Tiap ketemu nyindirnya kelulusan mulu." Acen duduk di samping Gilang. Teman-teman yang lain tertawa mendengar penjelasan Acen. Mereka juga sama seperti Acen, mahasiswa kelas akhir yang mulai disinggung terus-menerus oleh orang tua supaya tidak lalai di semester-semester akhir kuliah.

"Perlengkapan kalian gimana nih? Udah lengkap belum?" Tanya Acen ke Gilang dan Mahendra. 

"Kalo gue sih lengkap." Jawab Gilang santai. Bagi Gilang perlengkapan gunung adalah peralatan yang wajib ia punya.

"Cakep, tuh!" Sahut Acen. "Lo gimana Hen?"

"Masih ada yang kurang gue. Gue ga punya carrier. Entar gue coba-coba cari pinjaman aja dulu." Mahen menjawab jujur. Mahen baru saja membeli sepatu gunung dan jaket berbahan inner polar. Tetapi untuk carrier, Mahen belum punya.

"Pake punya gue aja, Hen.!" Gilang memiliki dua buah carrier. Daripada yang satunya hanya menganggur di dalam kamr, lebih baik ia pinjamkan ke Mahendra.

'Serius lo? Boleh tuh. Kapan gue ambil, Lang?" Mahen senang sekali. Ia tidak perlu susah payah mencari pinjamna carrier. Orang yang punya carrier lebih justru menawari.

"Iya serius. Kabari aja kapan lo ada waktu. Asal jangan sore, gue ada jadwal kalo sore."

Acen terkejut mendengar penjelasan Gilang barusan. "Ada jadwal sore? Sejak kapan seorang Gilang punya kesibukan?" Teman-teman yang lain tertawa mendengar apa yang baru saja di ucapkan Acen.

"Nemenin Jodie lari gue. Biar ga capek-capek banget dia pas entar ke gunung."

"Emang Jodie jadi ikut?" Tanya Acen. 

"Iyaa jadilah dia. Bisa ngomel-ngomel 3 minggu dia kalo ga gue ajak." Sahut Gilang.

"Jodie siapa, Lang?" Tanya Mahendra. Ia sama sekali tidak tahu siapa orang yang sedang dibicarakan oleh kedua temannya.

Gilang tertegun mendengar pertanyaan Mahendra barusan. Jadi Mahen sama sekali tidak mengenal Jodie, padahal mereka pernah naik gunung bersama.

"Lo serius ga kenal Jodie, Hen?" Acen juga heran. "Kan bulan lalu kita naik gunung juga bareng dia." Acen menjelaskan.

"Yang kita naik gunung ramean itu?" Mahen mencoba mengingat-ingat.

"Iya. yang ramean bulan lalu. Yang dari basecamp, sampe atas, sampe basecamp lagi lo ga pernah lepas dari gebetan lo itu. Hahaha masa lo lupa sih?" Acen berusaha menjelaskan ke Mahen.

"Ohh itu, wajar gue ga ingat. Kan waktu itu pendakian bersama, Cen. Hampir 60 orang yang ikut mendaki."

Mahen ingat dengan pendakian bersama itu. Tetapi Jodie, ia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk. "Lihat fotonya donk! Kali aja habis lihat fotonya gue ingat."

Acen memperlihatkan akun instagram Jodie. Gilang dari tadi hanya diam saja mendengar pembicaraan mereka berdua. Gilang hanya membayangkan bagaimana perasaan Jodie jika tahu bahwa Mahen justru tidak mengenal Jodie, walaupun mereka pernah naik gunung bersama.

"Cantik juga ya, anaknya. Kok gue ga kenal sama dia ya?" Mahen berusaha mengingat-ingat wajah Jodie.

"Waktu itu dia ga satu grup sama lo. Mungkin karena itu lo ga kenal." Akhirnya Gilang angkat bicara.

"Makanya lo ga usah fokus ke gebetan lo mulu donk. Gebetan di pepet terus dari naik sampe turun, takut banget diambil orang." Hahahaha. Teman-teman yang lain tertawa mendengarkan ucapan Acen barusan. Mahen juga justru tertawa mengingat kekonyolannya saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Kal di @kalenaefris