Selasa, 27 November 2018


Kamu mungkin enggak asing sama kata "Fintech". Yaaa, kata fintech ini sedang menjamur dimana-mana.

Fintech (Financial Technology) merupakan sebuah inovasi baru yang muncul pada abad ke-21 dan berjalan pada sektor jasa keuangan yang menggunakan sistem teknologi digital.

Fintech yang pada awalnya diterapkan untuk penerapan teknologi back-end ke konsumen untuk transaksi keuangan, lalu berperan semakin meluas ke sektor  komersial keuangan seperti perbankan ritel, investasi, bahkan kripto-mata uang seperti bitcoin.

Perkembangan fintech makin mengalami peningkatan yang signifikan.

Sekarang coba kita mundur minimal sepuluh tahun belakangan dimana kita masih bertransaksi secara konvensional dari rumah ke rumah, dari tangan ke tangan, atau interaksi secara langsung. Sekarang kita sudah memasuki suatu era dimana gadget berfungsi tidak lagi sebagai media komunikasi, tetapi juga berfungsi sebagai media transaksi online, mengecek tabungan, transfer uang, hingga melakukan pinjaman uang melalui gadget.

Jadi Apa Itu Fintech Peer to Peer Lending?

Peer to Peer Lending (P2P Lending) adalah metode memberikan pinjaman uang kepada individu atau bisnis, dan sebaliknya. Lalu Fintech menjadi sebuah platform yang menjadi penghubung antara borrower (peminjam)  dengan lender (pemberi pinjaman)

Pada dasarnya P2P Lending ini hampir sama dengan market place yang memberikan wadah antara pembeli dan penjual, hanya saja bedanya disini adalah menjadi penghubung antara peminjam online dan pemberi pinjaman online tersebut.

Ketimbang mengajukan pinjaman melalui lembaga resmi seperti bank, koperasi, jasa kredit, pemerintah dan sebagainya yang prosesnya jauh lebih kompleks, sebagai alternatif, masyarakat bisa mengajukan pinjaman melalui P2P Lending.

Kemudahan dan Resiko P2P Lending

Dibalik berkembangnya startup fintech, ternyata ada masalah terkait isu-isu yang beredar, seperti :
1. Rentenir online
2. Penyalahgunaan akses data kontak
3. Cara penagihan yang tidak beretika

Menyikapi maraknya isu tersebut, Tanggal 23 November 2018 aku berkesempatan untuk menghadiri acara Ngobrol@Tempo dengan tema "Sosialiasi Program Fintech Peer to Peer Lending: Kemudahan dan Resiko untuk Konsumen" untuk memberikan sosialiasi dan edukasi mengenai fintech P2P lending.

Waspada Fintech Lending Ilegal :
Ciri-ciri fintech ilegal :
1. Kantor dan pengelola tidak jelas dan sengaja disamarkan keberadaannya
2. Syarat dan proses pinjama sangat mudah
3. Menyalin seluruh data nomor telepon dan foto-foto dari handphone calon peminjam
4. Tingkat bunga dan denda sangat tinggi dan diakumulasi setiap hari tanpa batas
5. Melakukan penagihan online dengan cara intimidasi dan mempermalukan para peminjam melalui seluruh nomor handphone yang sudah disalin.


Tips pembiayaan aman melalui fintech lending

Sebagai peminjam (borrower)
1. Cek legalitas penyelenggara apakah sudah terdaftar atau berizin di Otoritas Jasa Keuangan
2.Nominal pinjaman wajib sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan melunasi
3. Baca dan cermati syarat ketentuan masing-masing penyelenggara
4. Bandingkan penawaran pinjaman antar penyelenggara

Sebagai Pemberi Pinjaman (Lender):
1. Cek legalitas penyelenggara apakah sudah terdaftar atau berizin di Otoritas Jasa Keuangan
2. Pahami resiko setiap calon peminjam sesuai dengan score peminjam yang ada di platform
3. Diverifikasi pemberian pinjaman
4. Bandingkan resiko kredit dan imbal hasil pinjaman antar penyelenggara
5. Bila penyelenggara terdaftar di OJK diduga melakukan pelanggaran, maka laporkan ke AFPI (Indonesia Fintech Lending Association) dan OJK

Sabtu, 24 November 2018

Talkshow MyArafah di Summarecon Mall Bekasi
Saat kecil, ibuku mengajar ngaji untuk ruang lingkup kecil, yaitu aku dan anak-anak tetangga sekitar rumah. Ibu mengajariku mengaji, sholat, menceritakan tentang nabi dan rasul, hingga Rukun Iman juga Rukun Islam. Pada Rukun Islam yang kelima, kami dijelaskan tentang berhaji serta asal muasal berhaji. Ibu mencerikan kisah Nabi Ibrahim, Siti Hajar, serta Nabi Ismail kecil yang menjadi salah satu dari latar belakang proses atau tahapan berhaji.
Ketika masuk SMP, aku beralih mengaji ke TPA. Disana penjelasan menjadi lebih rinci. Selain berhaji, ada juga istilah umroh dimana sebagai umat Islam, anak kecil seperti kami saat itu sudah memimpikan untuk bisa mengunjungi baitullah setidaknya sekali seumur hidup.



Semua Umat Muslim Ingin Mengunjungi Baitullah

Seperti kita ketahui, ibadah haji merupakan penyempurna rukun islam. Namun karena besarnya biaya haji dimana biaya haji mengikuti nilai dollar (nilai rupiah lebih kecil dibanding nilai dollar), tidak semua orang bisa naik haji di usia muda. Lihat saja ketika musim haji tiba, kita melihat jemaah haji didominasi oleh orang-orang yang berusia senja.
Kini, semakin banyak orang yang ingin naik haji, dan ini mengakibatkan antrian haji mengular menjadi bertahun-tahun. Semakin lama mendaftar haji, maka semakin lama rukun islam kelima terealisasi, juga semakin tua usia kita untuk berkunjung ke baitullah. Belum lagi membayangkan kesehatan tubuh yang saat tua nanti tidak prima seperti saat masih muda.
Ada juga pilihan untuk mengunjungi baitullah selain berhaji, yaitu umroh atau biasa disebut haji kecil. Jika ibadah haji hanya bisa dilakukan setahun sekali yaitu di bulan Dzulhijah pada kalender Islam, umroh bisa dilakukan setiap saat diluar musim haji, asalkan memiliki cukup uang untuk biaya perjalanan hingga kebutuhan lainnya yang menjadi penunjang kelancaran umroh.
Pertanyaan yang sering timbul bagi kaum milenial masa kini adalah "Bagaimana cara menabung haji/umroh untuk generasi muda yang masih memiliki kebutuhan serta gaya hidup yang besar?"
Aku sempat mencari tahu informasi tentang biaya haji/umroh ini, hingga mencari tahu jasa travel  agent yang bisa dipercaya, mengingat berita-berita tentang agen travel haji/umroh yang ketahuan menggelapkan uang dan menelantarkan jemaah hajinya membuat aku was-was dan lebih hati-hati dalam memilih jasa pelayanan haji/umroh ini.

Doa agar diberi kesempatan berhaji
"Rabbanaa taqabbal minna innaka antassamii'ul 'aliim. rabbanaa waj'alnaa muslimaini laka wa min dzurriyyatinaa ummatam muslimatal laka wa arinaa manaa sikanaa wa tub 'alainaa innaka antat tawwaabur rahiim." (Surat Al-Baqarah ayat 127-128)"

Artinya : 

"Ya Tuhan kami, semoga Engkau menerima (amalan ibadah kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, semoga Engkau berkenan dapat menjadikan kami berdua (suami-istri) orang yang tunduk patuh kepada Engkau serta (menjadikan) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau. Dan semoga Engkau selalu berkenan memberikan petunjuk kepada kami agar dapat menunaikan ibadah haji, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang"

Tabungan MyArafah, Ringankan Langkah ke Baitullah

Minggu lalu pada 17 November 2018, aku dan beberapa teman blogger diundang untuk menghadiri event bertema Dream Day 2018 di Mall Summarecon Bekasi, dimana ada yang menarik pada salah satu talkshownya, yaitu ketika ibu Yuliana Fitri dari CFS Syariah Maybank menjelaskan tentang MyArafah dari Maybank Syariah sebagai tabungan haji masa kini. 
Tabungan MyArafah merupakan tabungan dengan akad Mudharabah Mutlaqah untuk merencanakan ibadah Haji Regular atau umrah sesuai keinginan nasabah, dimana sistem setorannya bisa sistem setoran bebas atau bulanan dalam mata uang rupiah atau dollar USD.
Manfaat dan keuntungan Tabungan MyArafah :
  1. Bebas biaya administrasi bulanan
  2. Setoran awal yang ringan, yaitu mulai dari Rp.100.000 atau 10 USD.
  3. Pembukaan tabungan atau pendaftaran porsi haji dapat dilakukan di seluruh kantor cabang Maybank di seluruh Indonesia.
  4. Pasti mendapatkan porsi haji melalui sistem komputerisasi terpadu (SISKOHAT) dari Kementerian Agama Republik Indonesia (untuk yang melakukan setoran pembukaan biaya pendaftaran Rp.25juta), dan pasti mendapatkan hasil yang kompetitif.
  5. Dilengkapi kartu ATM / Debit berlogo Mastercard dengan teknologi chip sehingga lebih aman dan terhindar dari terjadinya skimming atau penyalinan data di kartu magnetik.


MyArafah bisa menjadi jembatan bagi generasi milenial untuk mewujudkan keinginan beribadah haji dengan membuka tabungan haji MyArafah. Ditambah dengan informasi bahwa usia 12 tahun sudah boleh mendapatkan kursi haji menjadi angin segar bagi keluarga muda yang ingin anak-anaknya ikut serta menabung untuk naik haji sedini mungkin.

Talkshow ini sangat sejalan dengan keinginan generasi milenial seperti aku yang ingin menabung haji sejak awal. Mengingat saat ini 75 persen orang yang membuka tabungan haji berada di usia 40 tahun. Sehingga jika masa tunggu haji 20 tahun, maka usia penabung haji tersebut sudah 60 tahun.

Merencanakan haji dan umrah sejak dini dengan menabung rutin 100.000 setiap bulan atau membuka tabungan MyArafah dengan setoran Rp 25juta untuk mendapat kursi haji adalah pilihan tepat jika ingin naik haji sebelum menginjak usia senja.

Kamis, 08 November 2018


Ditakdirkan sebagai anak pertama dari 4 bersaudara secara tidak langsung membentuk aku menjadi pribadi yang memikirkan banyak hal. Semua dikaitkan dengan keluarga. Nenek (almarhum), ibu, ayah, juga ketiga adikku.

Selain merasa memiliki tanggung jawab, pribadiku terbentuk karena ombak-ombak maskulin yang menggerus sisi feminim melalui aktifitas sehari-hari. Sejak kecil aku sudah jauh dari boneka. Wajar memang karena aku anak wanita satu-satunya. Semua adikku laki-laki ditambah orangtua yang tidak mendidikku manja.

Keuangan keluarga yang naik turun sejak kecil membuat aku terbiasa menghadapi pasang surut kehidupan. Makan enak hingga hanya minum teh hangat untuk menunjang lapar bukan hal baru. Rumah yang direnovasi orangtua saat memiliki banyak tabungan hingga akhirnya pembangunan mangkrak di tengah jalan karena suatu kemalangan menjadi sejarah kelam keuangan keluarga. Adalah hal biasa ketika aku menyaksikan beberapa baskom besar dilapisi lap (pakaian bekas yang dipotong) berbaris rapi menampung air hujan yang masuk ke dalam rumah melalui seng-seng yang bocor.

Keadaan itulah yang membuatku memutuskan untuk merantau, memutuskan memperbaiki rumah di kampung halaman, juga membangun harapan-harapan untuk masa depan.

Seperti perantau-perantau pada umumnya, aku menaruh mimpi di Jakarta. Dengan membawa ijazah berisi nilai-nilai cantik menyerupai segitiga bermuda di semester-semester awal, lalu beralih ke senyum miring sempurna di barisan buncit nilai (setidaknya IPK yang tertulis tidak membuat garis di jidat berlipat-lipat). Juga berbagai piagam penghargaan olympiade, wall climbing, dan SK  saat menjabat sebagai ketua umum di salah satu organisasi kemahasiswaan di kampus. Siapa tahu berguna, fikirku saat itu.


Tentang Mimpi yang Tidak Muluk-Muluk

Singkat cerita aku bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, sebuah bidang pekerjaan yang sebelumnya tidak aku harapkan, hingga akhirnya aku memutuskan mensyukuri dan menikmatinya. Fokusku saat itu hanya ingin bekerja dan mendapatkan uang.


Ada satu yang aku ingat saat wawancara kerja beberapa tahun lalu, ketika pewawancara menanyakan apa mimpiku dalam beberapa tahun ke depan. Dengan polosnya aku mengatakan bahwa aku ingin menabung untuk merenovasi rumah ibu dan ayah di kampung. Ucapan layaknya doa. Siapa sangka ucapan itu justru semakin membayangi hari-hariku, juga memotivasiku untuk semakin bersikukuh mewujudkannya.


Semua Tidak Mudah

Beberapa tahun belakangan aku mengesampingkan bahwa aku adalah wanita yang nantinya akan berumah tangga. Setiap bulan aku mengirim uang ke kampung untuk dibelikan bata, semen, besi, juga keperluan renovasi lainnya. Semua bahan bangunan dikumpulkan dengan cara dicicil. Kemudian aku menabung sedikit-demi sedikit hingga akhirnya aku merasa tabunganku cukup untuk memulai renovasi. Ternyata yang aku bayangkan tidak semulus kenyataannya. Masalah keluarga kembali datang. Aku tersendat, tabungan terpecah, tabungan semakin menipis lalu habis. Akhirnya tukang bangunan dilepastugaskan, hanya dipanggil saat dibutuhkan saja.


Bulan berganti tahun, renovasi akhirnya selesai walaupun kondisi rumah masih belum 100% rapi. Masih ada beberapa dinding yang belum di plester, namun itu bisa di urus belakangan. Atap seng tipis yang bocor saat hujan sudah beralih menjadi semen cor setebal tidak kurang dari 30 cm. Aku lega karena ibu dan ayah tidak harus menadah air hujan lagi, ibu dan ayah bisa tidur siang dengan nyenyak tanpa harus kepanasan karena beratapkan seng lagi.

Keinginan ibu dan ayah yang ingin memiliki teras belakang rumah dimana terasnya langsung menghadap Sungai Komering sudah bukan mimpi lagi. Mereka bisa menghabiskan sore bersama dengan segelas teh hangat, menatap matahari terbenam yang memantulkan pias-pias warna emasnya ke Sungai Komering, sungai ikonik di kampungku.


Mimpi Kecil yang Belum Tercapai

Beberapa tahun belakang saat aku memperhitungkan banyak hal tentang merenovasi rumah, aku pernah mengatakan ini ke orang-orang terdekatku

Aku pengen buat kamar mandi sendiri di dalam kamar ibu dan ayah. Kemudian di dalamnya aku mau pasang kloset duduk dan water heater untuk mereka. Aku juga ingin pasang kloset duduk di kamar mandiku, supaya saat pulang kampung aku tidak harus ke kamar mandi ibu untuk sekedar buang air kecil."

Hal yang wajar jika aku menjadikan kloset duduk dan water heater sebagai salah satu barang yang sangat aku inginkan. Nenekku sudah menderita stroke sejak aku masih duduk di bangku SD. Separuh tubuhnya tidak berfungsi, bahkan hingga beliau meninggal dunia. Aku menyaksikan sendiri betapa susahnya hari tua nenek saat itu. Kloset kamar mandi masih menggunakan kloset jongkok yang rendah, tidak user friendly untuk seorang manula, terlebih manula yang menderita stroke. Saat mandi, kloset jongkok nenek dilapisi papan kecil supaya nenek bisa duduk. Aku tahu nenek kesulitan saat mandi dan buang air, tetapi ketika itu nenek (dan kami) tidak punya pilihan.

Saat itu aku belum mengerti banyak hal. Kloset duduk juga baru aku tahu saat tinggal di Jakarta. Lingkungan dan kondisi keuangan keluarga saat kecil mempengaruhi wawasanku, termasuk wawasan sepele seperti itu. Bagiku, cukup nenek yang merasakan. Aku tidak mau ibu, ayah, dan aku merasakan masalah-masalah sepele yang justru dihadapi setiap hari seperti itu.

“Sekarang aja aku udah sering kesemutan kalo jongkok di toilet, dan rematikku udah sering kumat kalo mandi air dingin. Gimana nanti kondisiku berapa tahun ke depan? Gimana ibu dan ayah yang sekarang usianya sudah 50an?” Fikiran itu terus menghantuiku.


Aku sudah memimpikan akan membeli kloset duduk dan water heater tahun ini, tetapi tahun ini hanya tersisa satu bulan lagi.

Impian aku untuk bisa bawa pulang
kloset duduk dan water heater ke kampung halaman
Pict : by me

Lazada 11.11 adalah Jalan Keluar

Bagi penggila belanja, tentunya sudah mengetahui istilah 11.11, moment dimana diskon belanja bertebaran pada tanggal 11 bulan 11 tersebut. Dari yang awalnya istilah 11.11 merupakan sebutan Single Day di Cina karena pada tanggal tersebut para jomblo memberi hadiah kepada dirinya sendiri, hingga akhirnya istilah tersebut semakin meluas maknanya lalu merambah ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.


Buat sebagian orang, 11.11 adalah waktunya mereka belanja sebanyak mungkin, mumpung lagi diskon besar-besaran. Biasanya teman-teman kantorku akan kalap belanja dan sibuk bolak-balik ke mesin ATM. Yang memiliki mobile banking lebih praktis lagi, karena bisa bebas belanja tanpa harus meninggalkan meja.

Kemarin, saat makan siang aku mendengar mereka ingin membeli parfum, kamera, hingga handphone. Aku pun tidak luput dari euforia 11.11, karena buatku, 11.11 adalah jalan keluar dari keinginan untuk membeli kloset duduk dan water heater yang terkendala budget.

Lazada, toko online tempatku membeli springbed tahun lalu, juga tempatku membeli perlengkapan dapur beberapa bulan lalu ternyata ikut mengadakan Lazada 11.11. Kabar baiknya juga diskon besar tersebut berlangsung selama 24 jam. Aku yang awalnya sudah putus asa karena uang yang aku kumpulkan tidak cukup untuk membeli kloset jongkok dan water heater tahun ini, seperti diberi jalan keluar oleh Lazada melalui diskon besar-besaran tersebut.

Semoga saja ada diskon besar di kloset jongkok dan water heater yang aku mimpikan, sehingga aku bisa membeli, sekalian membawanya pulang ke kampung halaman. Sudah berapa tahun ini aku  menahan diri untuk tidak pulang ke kampung halaman, tidak bertemu ibu dan ayah. Rasanya rindu sekali.

Follow Kal di @kalenaefris