Akhirnyaaaaaa... 30 hari itu terlewati juga. 30 hari melakukan hal yang tidak pernah terfikirkan olehku sebelum akhirnya aku memutuskan untuk melakukannya. Aku ingat bagaimana aku membangun mood menulis untuk setoran tulisan hari pertama. Aku memantapkan niatku untuk mengikuti 30 Day Writing Challenge.
Hari pertama berlalu. Yaaaaaa... tulisan kubaca berkali-kali, kuperbaiki jika ada typo, kutata kembali kalimat demi kalimat supaya lebih indah dibaca. Hari kedua dan ketiga aku menulis dengan tenang, aku menceritakan bagian hidupku saat masih kecil. Aku merasakan bagaimana tanganku mengalir di atas keypad handphone, untuk kemudian malamnya aku post di blog dan ku perbaiki di depan layar laptop. Hari demi hari aku merasakan bahwa mengetik di laptop terasa jauh lebih nyaman, membuat aku lebih memilih menulis langsung di laptop dan tidak mencicilnya di draft handphone.
Otak yang begah
Berhari-hari kemudian aku merasakan kesulitan dalam menulis. Ide yang buntu, jenuh, juga sifat malas yang aku yakini bisa aku hilangkan kembali mengganggu. Aku menulis di 2 jam terakhir dengan total 24 jam yang dimiliki dalam sehari. Seandainya Tuhan benar-benar mengabulkan permintaanku untuk membulatkan waktu menjadi 30 jam perhari sekalipun, aku tidak yakin akan memanfaatkannya.
Yang membuatku tetap menulis adalah niat yang besar. Sedikit lebih banyak dibanding perasaan malas, setidaknya sifat malas menulis ini. Saat aku lelah, aku memaksakan tubuhku untuk duduk di depan laptop, memaksakan tanganku untuk menyentuh keyboard, memaksa kepalaku untuk memuntahkan isinya kemudian meramunya menjadi tulisan.
Aku merasakan tulisanku yang semakin hari semakin tidak bernyawa, aku memposting tulisan yang sekarat, tanpa kuobati, juga tanpa kujenguk. Esoknya aku kembali melakukan hal yang sama. Betapa banyak tulisan yang tidak kujenguk atau kuobati. Aku hanya menulis sebentar, tanpa mengendapkannya, juga tanpa menjadikan diri sebagai editor untuk tulisan sendiri. Yang penting aku menulis, kemudian setor. Selesai!
Pernah di beberapa tulisan saat aku sedang dalam perjalanan ke Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan yang berada di ujung Denpasar. Sulit sinyal, baterai yang sekarat, perjalanan yang membuatku tidak bisa menulis dengan leluasa. Saat itu aku memaksakan diriku menulis, aku mencicilnya di sela-sela waktu kosong, Luar biasa! aku berhasil melakukannya. Bahkan sebelum naik pesawat, aku mencicil tulisanku di mobil, di KFC bandara, di ruang tunggu, dan aku memposting tulisan persis setelah aku meletakkan tasku di kabin, hanya beberapa menit sebelum handphone beralih ke mode pesawat. Betapa berartinya waktu saat itu. Aku bisa menikmati pergantian tanggal di atas ketinggian dengan tenang.
Ilmu baru dan kerit(p)ik pedas manis
Ada banyak ilmu baru yang aku dapatkan di challenge ini. Selain dilatih untuk membentuk kebiasaan, challenge ini mempertemukan aku dengan penulis-penulis yang hebat. 100 orang dibagi menjadi 10 squad. Aku masuk ke squad terakhir, Squad 10. Setiap minggu, akan ada 2 hingga 3 kali materi-materi tentang dunia kepenulisan. Benar-benar diluar ekspektasi. Aku hanya membayangkan menulis 30 hari nonstop. Ternyata tidak sesederhana itu.
Ada begitu banyak aktifitas selain menulis. Omaigat!
Selain menyantap materi yang terkadang membuat otakku terasa kembung dan begah, ternyata ada feedback tulisan. Feedback yang random membuat tulisan semestinya dibuat dengan tidak asal-asalan. Feedback dari Squad sendiri, feedback dari Squad sebelah, dan feedback dari mentor sama-sama mendebarkan. Ada feedback yang memuji, ada juga yang mengkritik.
- "Gaya bahasa sederhana. Mudah dipahami. Perlu ditambahi showing, Kak. Biar pembaca bisa merasakan keadaan disana."
- "Pengembangan dialog sudah bagus. Cuma penataan kalimat ada yang kurang efektif, jadi kesannya datar."
- "Masih ada beberapa typo. Tulisan yang tidak ada di KBBI seharusnya dimiringkan."
- "Tulisannya sudah bagus. Mengalir saat dibaca. Penulisan yang menunjukkan tempat diperhatikan lagi."
- "Jujur tulisan ini sepertinya mundur. Lebih bagus tulisan kakak yang saya feedback tentang Waktu Part 2 kemarin."
- "Bingung dengan alurnya, kurang ngalir. Seakan perpindahan dari paragraf ke paragraf lainnya terkesan memaksa. Membacanya terasa flat. Pesannya kurang nyampe."
- "Ini mau dijadikan buku atau bagaimana, kok sampai part 9? Menurut saya temponya lambat. Banyak yang saya skip. Jika memang mau dibuat naskah panjang, berikan setiap makna berbeda dalam setiap partnya. Sehingga tidak hanya bercerita yang bukan menjadi isi pesannya. Coba bikin outline atau mind mapping dulu."
- "Waktu sudah berjalan ke Part 18 yaaa. Keren banget untuk konsistensi sama day sekarang. Tulisan lama-lama makin berkembang. Cuma kemarin belum dapat feel, disini juga."
- "Masih biasa saja. Tidak ada kisah atau narasi juga dialog yang berkesan pada part ini. Mungkin itu tantangan tulisan bersambung. Semangat, Kak Kal!"
- "Boleh tanya? Apa perbaikan yang telah dilakukan dari feedback yang saya sampaikan sebelumnya? Jujur saya belum melihat ada yang berbeda. Ada yang tidak sepakat dengan feedback saya? Atau tidak dibaca?"
Begitu banyak semangat dan kritikan pedas yang datang pada tulisan-tulisan yang ku buat. Aku sadar, jelas. Aku sudah tidak percaya diri pada tulisanku bahkan sebelum mereka melihatnya. Pernah di satu titik aku lelah, lelah fikiran, lelah hati, juga lelah fisik. Di satu sisi aku ingin mengabaikan challenge ini, tetapi disisi lain aku menyadari bahwa fikiran inilah yang harus aku musnahkan. Semua kritikan itu benar, semua kritikan itu betul-betul membangun. Ada banyak ilmu baru dalam dunia kepenulisan yang sebelumnya tidak pernah masuk ke dalam fikiranku.
Aku akan berusaha memperbaikinya. Aku berjanji akan meluangkan waktu menjenguk tulisan-tulisanku selama 30 hari belakangan ini. Mengevaluasi tulisanku sendiri, kemudian aku akan mengobatinya satu persatu.
Finally. Yeaayyyy!
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tulisan ini adalah tulisan ke 30 di 30 Day Writing Challenge. Aku merasa bahagia karena berhasil meyakini diriku sendiri. Aku bahagia pada diri sendiri yang mampu menulis tiada henti, berhasil menyelesaikan challenge ini tanpa melewatinya satupun. Aku ingat betul saat di hari pertama ada 100an penulis yang ikut challenge ini, yang kemudian berguguran satu persatu di tengah jalan.
Hingga akhirnya 30 hari terlewati juga, walaupun tulisan ini juga ku buat jam 10 malam hahaha. Masuk di dunia yang sama sekali tidak pernah terbayangkan, berusaha hidup di dalamnya hingga 30 hari ke depan jujur saja membuat otakku menciut. Maklumi saja jika beberapa hari ke depan tidak ada tulisan yang kubuat. Mungkin beberapa hari ke depan aku akan istirahat menulis dulu hahaha.
Ada banyak hal yang aku evaluasi, terkait diri sendiri. Ternyata menulis itu susah, dan butuh konsistensi. Aku membayangkan penulis-penulis luar biasa diluar sana. Mereka sudah menerbitkan buku-buku yang memiliki nyawa. Mereka hebat.
Tulus dari hati aku mengakui bahwa aku mengagumi mereka.
Pertanyaan untuk diri sendiri "Kal, setelah selesai 30 DWC Jilid 12 ini, kamu masih mau ikut challenge ini lagi ga?" Jawabannya Masih. Masih ada begitu banyak ilmu kepenulisan yang harus aku pelajari. Aku masih ingin dipecut dengan kritikan-kritikan. Aku masih ingin belajar melahirkan nyawa dalam tulisan. Aku masih memiliki impian.
Setidaknya dirimu telah berjuang...!!!
BalasHapusHebat Kal. Menulis konsisten itu bukan perkara mudah, butuh ide dan inspirasi yg fresh setiap saat..
Selamat beristirahat menulis dan kutunggu ceritamu selanjutnya.. 😉
Ternyata aku benar-benar istirahat, Den wkwkwk. Berasa kayak liburan sekolah gitu 😂
HapusMasuk sekolah lagi karena jadwal arisan kubbu wkwk
Btw makasih untuk semangatnya 🤗
Hapus