Minggu, 17 September 2017

Sindoro mengajarkanku tentang kesabaran dan keyakinan. Mendaki di bulan puasa mungkin konyol bagi sebagian orang, tapi kekonyolan itu telah aku lakukan. Start dari basecamp Sindoro sekitar jam 12.30 saat matahari sedang mesra-mesranya, aku sudah di ojek-ojek terakhir yang mengantarkan ke tempat kami mulai pendakian. Yang masih di basecamp hanya sekitar 4 orang. Teman yang lain sudah lebih dulu naik, dan ada sebagian teman-teman non muslim yang sudah naik sebelum azan dzuhur.

Tidak lebih dari 15 menit di motor dan aku sudah menatap jalur. Setelah stretching sebentar untuk meregangkan otot, ku mantapkan pendakian dengan menggendong carrier kesayangan. Yang harus kulakukan hanya melangkah sedikit demi sedikit, setapak demi setapak. Hentakan kaki yang biasanya penuh energi, kini ku buat seirama mungkin. Tak ada aku yang mempercepat langkah saat landai. Yang ada hanyalah aku yang sekedar beristirahat atau tertawa bersama untuk menghilangkan dahaga. 



Naik-naik ke puncak gunung, lelah-lelah sekali


Menyanyi di sepanjang jalan tetaplah kulakukan, menghibur diri dengan nafas yang hanya sepatah memang sulit. Tapi entah, kebiasaan ini tidak bisa hilang hingga kebiasaan ini-pun kujadikan pemakluman. Jam 14.54 aku tiba di tempat camp. Lega pastinya karena perjuangan hari ini sudah selesai. Summit akan dilakukan besok jam 3 pagi, dan nyatanya hari ini ada banyak waktu untuk istirahat.

Setelah meletakkan carrier dan membantu yang lain memasang beberapa tenda, aku-pun istirahat di dalam tenda. Bang Ipay dan Bang Yusuf yang sudah masak dari jam 3, telah menyelesaikan masakannya bahkan jauh sebelum waktu berbuka. Teman yang satu persatu tiba di tempat camp mulai mencari dan menempati tenda yang masih kosong.

Jam 5 sore diluar yang awalnya sepi mulai berisik oleh teman-teman yang sedang menikmati langit sore dari Sindoro. Benar saja, saat aku keluar dari tenda, yang kulihat adalah pias kuning kemerahan beradu awan, beradu langit. Ada yang berfoto-foto, dan ada yang sekedar menikmati keindahan alam hingga jam berbuka puasa. Waktu berbuka puasa berlalu dengan penuh rasa syukur, dengan banyak pelajaran di dalamnya.

Selepas berbuka puasa, beberapa orang sudah mulai masuk ke tenda masing-masing, sebagian lain bercengkrama di luar tenda masing-masing sembari ngopi. Aku juga tentunya tidak mau melewatkan moment indah sepanjang malam. Setelah masuk ke dalam tenda dan membereskan barang-barangku yang masih berantakan, aku keluar dan berkunjung ke tenda yang berada persis di belakang tendaku.

Di tenda belakang sebenarnya sudah ada Bang Ipay, Bang Yusuf, Mona, Angel, dan Wina sedang duduk melingkar dengan kopi hangat di bagian tengah. Tetapi karena menurutku masih ada space untuk satu orang kecil ini duduk, aku pun langsung menempelkan pantat dan gabung ke obrolan mereka.

Sebenarnya obrolan kita hanya sebatas ketawa ketiwi khas emak-emak rumpi yang di liputi dua chef laki-laki. Dan karena merasa bahwa malam sudah mulai larut, aku memutuskan untuk kembali ke tendaku. Tetapi rencana tidur awal hanyalah rencana, aku dan teman-teman yang lain justru berkumpul ke tenda atas. Awalnya hanya ngobrol dan tertawa bersama, tetapi lama-lama menjurus ke foto-foto milky way, lalu menyerempet ke foto-foto kami dengan background lampu-lampu desa di kaki Sindoro, hingga akhirnya di tutup dengan foto light painting.

Malam semakin larut, akhirnya kami memutuskan masuk ke tenda tanpa terkecuali, karena besok pagi jam 2 sudah harus bangun untuk bersiap-siap summit.



Foto puncak Sindoro dengan view lautan awan
Aku daun
Separuh rapuh menggantung
Mengantri gugur
Anak gembala
Menikmati rimbunku
Tapi waktu
Tega menghitung mundur
Aku daun
Bertahan menggantung
Demi larik puisi
Demi mimpi
Yang menggunung
Jakarta, 07 April 2017

Kamu tahu? Sebagai seorang biasa kadang merasa capek sama ke-monoton-an hidup yg secara kontinu gitu-gitu aja. Awal bulan, pertengahan bulan, akhir bulan yang terlewati dengan alur yang nyaris sama. Bertemu dengan orang yang sama, tertawa-pun oleh cerita yang cenderung sama.

2017-04-17 11.45.21 1.jpg

Belakangan ini aku merasakan bahwa hutan sedikit menjadi obat. Yeahh, banyak yang lebih suka pantai, dan aku juga suka pantai. Tapi hutan dan gunung menjadi lebih menarik di mataku sejak 2009.
Saat berani keluar dari zona nyaman, saat rela mempekerjakan tubuh secara berlebihan, lalu tinggal di wilayah yang tidak terakses selama waktu tertentu. Akan ada kelegaan yang keluar, dan ada kelelahan yang teramat terbayar.

Lalu jika pada kehidupan sehari-hari aku cenderung memikirkan pencapaian yang tiada habisnya, target yang tidak pernah putus, dan kecenderungan mengeluh saat gagal seolah hidup hanya sesederhana itu.

Maka ditempat nun jauh dari peradaban itulah, di tengah lembabnya aroma tanah basah, aku menjadi orang yang pandai bersyukur. Bersyukur pada hal-hal yang selama ini cenderung terabaikan. Pernafasan yang masih baik, tangan yang mampu menggenggam, kaki yang mampu menopang, hingga mata yang mampu memandang.

Ditempat itu juga aku memiliki kecenderungan membingkai ulang sudut pandang.

FB_IMG_1495506738082.jpg

By the way sebagai empunya blog, rasanya kurang jika aku tidak sedikitpun berbasa-basi memperkenalkan diri.

Aku "Kal". kamu boleh panggil aku dengan nama itu. Terkadang butuh sederhana untuk diingat. Tak perlu kau tanyakan nama lengkapku. Alasannya adalah selain karena namaku sudah tertera secara jelas, juga karena kebanyakan orang begitu malas mengingat yang rumit-rumit. Alasan lainnya adalah tidak terlalu penting jika hanya sebatas tahu, kecuali jika kamu tanya nama lengkapku untuk disandingkan di surat undangan. gituuu.. Apasih kal.

By the way juga, blog ini udah blog ke sekian yang aku bikin. Sekitar Tahun 2010 aku pernah punya blog yang sekarang ga bisa aku buka lagi karena lupa password dan e-mail. Blog itu yang bener-bener bikin aku sadar bahwa aku pernah alay pada masanya 😂

Setelah lupa password dan email, aku bikin blog lagi karena ga mau ambil pusing juga. Tapi karena tingkat kemalasan aku yang parah, blog jarang di buka sampe akhirnya lupa password dan email lagi. Gitu terus sampe akhirnya Dora nikah dan punya anak.

Aku ga tau ini blog yang ke berapa, aku cuma berharap ini blog terakhir 😊

Follow Kal di @kalenaefris