Sindoro mengajarkanku tentang kesabaran dan keyakinan. Mendaki di bulan puasa mungkin konyol bagi sebagian orang, tapi kekonyolan itu telah aku lakukan. Start dari basecamp Sindoro sekitar jam 12.30 saat matahari sedang mesra-mesranya, aku sudah di ojek-ojek terakhir yang mengantarkan ke tempat kami mulai pendakian. Yang masih di basecamp hanya sekitar 4 orang. Teman yang lain sudah lebih dulu naik, dan ada sebagian teman-teman non muslim yang sudah naik sebelum azan dzuhur.
Tidak lebih dari 15 menit di motor dan aku sudah menatap jalur. Setelah stretching sebentar untuk meregangkan otot, ku mantapkan pendakian dengan menggendong carrier kesayangan. Yang harus kulakukan hanya melangkah sedikit demi sedikit, setapak demi setapak. Hentakan kaki yang biasanya penuh energi, kini ku buat seirama mungkin. Tak ada aku yang mempercepat langkah saat landai. Yang ada hanyalah aku yang sekedar beristirahat atau tertawa bersama untuk menghilangkan dahaga.
Menyanyi di sepanjang jalan tetaplah kulakukan, menghibur diri dengan nafas yang hanya sepatah memang sulit. Tapi entah, kebiasaan ini tidak bisa hilang hingga kebiasaan ini-pun kujadikan pemakluman. Jam 14.54 aku tiba di tempat camp. Lega pastinya karena perjuangan hari ini sudah selesai. Summit akan dilakukan besok jam 3 pagi, dan nyatanya hari ini ada banyak waktu untuk istirahat.
Setelah meletakkan carrier dan membantu yang lain memasang beberapa tenda, aku-pun istirahat di dalam tenda. Bang Ipay dan Bang Yusuf yang sudah masak dari jam 3, telah menyelesaikan masakannya bahkan jauh sebelum waktu berbuka. Teman yang satu persatu tiba di tempat camp mulai mencari dan menempati tenda yang masih kosong.
Jam 5 sore diluar yang awalnya sepi mulai berisik oleh teman-teman yang sedang menikmati langit sore dari Sindoro. Benar saja, saat aku keluar dari tenda, yang kulihat adalah pias kuning kemerahan beradu awan, beradu langit. Ada yang berfoto-foto, dan ada yang sekedar menikmati keindahan alam hingga jam berbuka puasa. Waktu berbuka puasa berlalu dengan penuh rasa syukur, dengan banyak pelajaran di dalamnya.
Selepas berbuka puasa, beberapa orang sudah mulai masuk ke tenda masing-masing, sebagian lain bercengkrama di luar tenda masing-masing sembari ngopi. Aku juga tentunya tidak mau melewatkan moment indah sepanjang malam. Setelah masuk ke dalam tenda dan membereskan barang-barangku yang masih berantakan, aku keluar dan berkunjung ke tenda yang berada persis di belakang tendaku.
Di tenda belakang sebenarnya sudah ada Bang Ipay, Bang Yusuf, Mona, Angel, dan Wina sedang duduk melingkar dengan kopi hangat di bagian tengah. Tetapi karena menurutku masih ada space untuk satu orang kecil ini duduk, aku pun langsung menempelkan pantat dan gabung ke obrolan mereka.
Sebenarnya obrolan kita hanya sebatas ketawa ketiwi khas emak-emak rumpi yang di liputi dua chef laki-laki. Dan karena merasa bahwa malam sudah mulai larut, aku memutuskan untuk kembali ke tendaku. Tetapi rencana tidur awal hanyalah rencana, aku dan teman-teman yang lain justru berkumpul ke tenda atas. Awalnya hanya ngobrol dan tertawa bersama, tetapi lama-lama menjurus ke foto-foto milky way, lalu menyerempet ke foto-foto kami dengan background lampu-lampu desa di kaki Sindoro, hingga akhirnya di tutup dengan foto light painting.
Malam semakin larut, akhirnya kami memutuskan masuk ke tenda tanpa terkecuali, karena besok pagi jam 2 sudah harus bangun untuk bersiap-siap summit.
Tidak lebih dari 15 menit di motor dan aku sudah menatap jalur. Setelah stretching sebentar untuk meregangkan otot, ku mantapkan pendakian dengan menggendong carrier kesayangan. Yang harus kulakukan hanya melangkah sedikit demi sedikit, setapak demi setapak. Hentakan kaki yang biasanya penuh energi, kini ku buat seirama mungkin. Tak ada aku yang mempercepat langkah saat landai. Yang ada hanyalah aku yang sekedar beristirahat atau tertawa bersama untuk menghilangkan dahaga.
Naik-naik ke puncak gunung, lelah-lelah sekali
Menyanyi di sepanjang jalan tetaplah kulakukan, menghibur diri dengan nafas yang hanya sepatah memang sulit. Tapi entah, kebiasaan ini tidak bisa hilang hingga kebiasaan ini-pun kujadikan pemakluman. Jam 14.54 aku tiba di tempat camp. Lega pastinya karena perjuangan hari ini sudah selesai. Summit akan dilakukan besok jam 3 pagi, dan nyatanya hari ini ada banyak waktu untuk istirahat.
Setelah meletakkan carrier dan membantu yang lain memasang beberapa tenda, aku-pun istirahat di dalam tenda. Bang Ipay dan Bang Yusuf yang sudah masak dari jam 3, telah menyelesaikan masakannya bahkan jauh sebelum waktu berbuka. Teman yang satu persatu tiba di tempat camp mulai mencari dan menempati tenda yang masih kosong.
Jam 5 sore diluar yang awalnya sepi mulai berisik oleh teman-teman yang sedang menikmati langit sore dari Sindoro. Benar saja, saat aku keluar dari tenda, yang kulihat adalah pias kuning kemerahan beradu awan, beradu langit. Ada yang berfoto-foto, dan ada yang sekedar menikmati keindahan alam hingga jam berbuka puasa. Waktu berbuka puasa berlalu dengan penuh rasa syukur, dengan banyak pelajaran di dalamnya.
Selepas berbuka puasa, beberapa orang sudah mulai masuk ke tenda masing-masing, sebagian lain bercengkrama di luar tenda masing-masing sembari ngopi. Aku juga tentunya tidak mau melewatkan moment indah sepanjang malam. Setelah masuk ke dalam tenda dan membereskan barang-barangku yang masih berantakan, aku keluar dan berkunjung ke tenda yang berada persis di belakang tendaku.
Di tenda belakang sebenarnya sudah ada Bang Ipay, Bang Yusuf, Mona, Angel, dan Wina sedang duduk melingkar dengan kopi hangat di bagian tengah. Tetapi karena menurutku masih ada space untuk satu orang kecil ini duduk, aku pun langsung menempelkan pantat dan gabung ke obrolan mereka.
Sebenarnya obrolan kita hanya sebatas ketawa ketiwi khas emak-emak rumpi yang di liputi dua chef laki-laki. Dan karena merasa bahwa malam sudah mulai larut, aku memutuskan untuk kembali ke tendaku. Tetapi rencana tidur awal hanyalah rencana, aku dan teman-teman yang lain justru berkumpul ke tenda atas. Awalnya hanya ngobrol dan tertawa bersama, tetapi lama-lama menjurus ke foto-foto milky way, lalu menyerempet ke foto-foto kami dengan background lampu-lampu desa di kaki Sindoro, hingga akhirnya di tutup dengan foto light painting.
Malam semakin larut, akhirnya kami memutuskan masuk ke tenda tanpa terkecuali, karena besok pagi jam 2 sudah harus bangun untuk bersiap-siap summit.
Foto puncak Sindoro dengan view lautan awan