Untuk masyarakat yang tinggal di garis pantai mungkin sudah enggak asing dengan Hutan Mangrove atau biasa juga disebut hutan bakau. Itu karena hutan mangrove ini berada di area sekitar garis pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut serta berada pada tempat yang mengalami akumulasi bahan organik dan pelumpuran.
Ekosistem mangrove bisa menahan laju abrasi, mengurangi laju badai, tsunami, serta air laut. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Rudhi Pribadi, mengatakan beberapa spesies mangrove berukuran cukup besar untuk menjadi “dinding alami”, seperti spesies Avicennia.
Keberadaan ekosistem hutan mangrove memberikan manfaat yang tak ternilai bagi makhluk hidup di sekitarnya, tidak hanya manusia tapi juga terumbu karang dan sumber daya perikanan
Mangrove tersebar di wilayah bumi bagian tropis dan subtropis. Akumulasi total luas mangrove di dua wilayah iklim itu sekitar 18 juta hektare. Dari jumlah tersebut, Indonesia menempati urutan pertama negara dengan kawasan mangrove terluas, yakni sekitar 3,311 hektare atau sekitar 25 persen total luas mangrove dunia, kemudian disusul oleh Brazil sekitar 8 persen dan Australia 7 persen.
Untuk di Indonesia, mangrove tak menyebar secara merata di sepanjang 95.000 kilometer garis pantai. Pusat ekosistem mangrove Indonesia berada di Tanah Papua dengan Provinsi Papua menjadi tempat hutan mangrove terluas yakni 1.634.041 hektare dan Provinsi Papua Barat 473.059 hektare.
Rudhi, yang pernah meneliti mangrove di Papua menemukan mangrove berukuran besar, bahkan mencapai diameter empat lingkaran tangan orang dewasa. “Kondisi vegetasi (mangrove) tergantung tempat tumbuh, spesies, dan gangguan,” kata Tidho
Fungsi ekosistem mangrove yang tak kalah penting lainnya adalah kemampuan vegetasi mangrove menyimpan karbon. Hasil penelitian yang terbit di jurnal Nature mendapati bahwa mangrove menyimpan karbon tiga sampai lima kali lebih besar dibanding hutan hujan.
Dengan kata lain, ada 3,14 miliar karbon yang tersimpan di ekosistem mangrove Indonesia. Selain itu, ekosistem hutan mangrove memiliki kelembaban udara yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi skala curah hujan regional.
Namun sekarang hutan mangrove dalam keadaan tidak baik-baik aja. Dalam 3 dekade terakhir, laju kerusakan mangrove di Indonesia menjadi yang tercepat di dunia. Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, hutan mangrove yang rusak telah mencapai 600.000 hektar. Sekadar perbandingan, luas tersebut setara dengan lebih dari sembilan kali luas Provinsi DKI Jakarta.
Hutan Mangrove Adalah Koentji
Yapp! Hutan mangrove adalah kunci untuk menyelamatkan sumber daya perikanan, keanekaragaman terumbu karang, kekayaan sumber daya perikanan, dan ketahanan pangan masyarakat. Masyarakat yang hidup di sekitar hutan mangrove dapat dengan mudah memanen udang, belut, ikan, kepiting, dan siput laut.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, hutan mangrove yang rusak telah mencapai 600.000 hektar, dimana luas tersebut setara dengan lebih dari sembilan kali luas Provinsi DKI Jakarta.
Tanpa mangrove, jumlah karbon yang kita hirup akan semakin besar. Menjaga ekosistem hutan mangrove sama dengan menjaga keberlangsungan hidup kita sendiri di masa depan.
Menurut peneliti dari Universitas Papua, Jimmy F. Wanma, potensi karbon biru di tanah Papua sangat tinggi. tentu saja ini memberi dampak positif karena karbon biru adalah karbon yang diserap ekosistem mangrove, rawa payau, dan padang lamun. Karbon biru sangat berperan dalam mengurangi emisi global untuk menangani krisis iklim.
Jangan biarkan cerita #RasaTimur dari Mangrove Papua kenghilang. Hutan mangrove memberi kehidupan untuk manusia dan berbagai keanekaragaman hayati.
Yuk kita beri pesan dukungan untuk melestarikan hutan mangrove papua di info.econusa.id/dukungparadise
#DefendingParadise #BeradatJagaHutan #YouthDigitalCampaigner