Dalam berpetualang, kebanyakan traveler akan mengharapkan perjalanan yang sesuai rencana. Berjalan dari destinasi satu ke destinasi lainnya tanpa kendala, tidur di tempat yang nyaman, hunting foto, kemudian pulang dengan segudang foto-foto apik.
Semua itu membuat perjalanan terasa menyenangkan, bukan? Disaat begitu banyak orang memimpikan sebuah liburan tetapi harus menahan diri karena berbagai pertimbangan, ada banyak traveler justru menganggap liburan ke tempat wisata sebagai penghilang penat yang bisa ia lakukan sebulan sekali, sebulan dua kali, bahkan bisa setiap minggu. Lhuar bhiasa.
Yang akan aku ceritakan kali ini bukan perjalanan menyenangkan dengan hotel, motel, ataupun homestay seperti perjalanan-perjalananku biasanya. Kali ini aku ingin membagikan kelanjutan sebuah cerita perjalananku ke Malang bersama Meta. Perjalanan yang bukan hanya menyenangkan, tetapi juga mengenangkan. Duileh so swit.
Ambil yang baiknya, buang yang buruknya. Okehh! 😉
***
Langit kota Malang perlahan gelap. Aku dan Meta masih di atas motor, belum mandi, belum makan, dekil, dan buluk. Emang dari sononya buluk hahaha. Terakhir mandi itu Jumat pagi, sekarang Sabtu malam.
Jalanan kota Malang ramai orang-orang malam mingguan. Ada yang malam mingguan sendirian, malam mingguan sama pacar, malam mingguan sama teman, malam minggu disuruh emak belanja ke minimarket kemudian balik lagi. Malam minggu itu milik siapa saja, bukan? Termasuk milik dua wanita semi cantik yang sisa-sisa kecantikannya tergerus sedikit demi sedikit oleh debu yang menghempaskan bedak dan lisptik yang bertahta di wajah ini. HeuHeuHeu.
Kami memutari kota Malang berkali-kali mencari tempat untuk tidur. Dari awal perjalanan, aku dan Meta sudah sepakat untuk backpackeran. Jadi tempat tidur malam ini juga menjadi salah satu seni dari backpackeran kami kali ini.
Kami melewati masjid, tetapi dipagar tinggi. Ada juga masjid tetapi sedang ramai kegiatan rohani. Aku lalu mengendarai motor ke arah stasiun, stasiun juga salah satu pilihan untuk menunggu pagi.
"Stasiun pilihan terakhir saja ya Met!" Sekarang kami sudah di depan stasiun Malang.
Kami membawa motor yang kami sewa di Surabaya. Itu alasanku menjadikan stasiun sebagai pilihan terakhir. Kan ga lucu kalo beli enggak, ganti iya. Belakangan aku mikir kalo stasiun kan ada tempat parkir motor yang aman? Kenapa harus khawatir? Ahhh bodoh kali aku.
Entahlah Meta sepaham juga sama aku atau manut-manut saja. Yang jelas aku kembali mengendarai motor, meninggalkan stasiun, melewati alun-alun berkali-kali.
"Disini bisa pasang tenda ga ya?"
Aku juga tidak tahu bisa pasang tenda atau tidak di alun-alun. Yang jelas alun-alun sangat ramai. Dalam perjalanan akhirnya tercetus untuk ke Kantor Polisi. Tadi sepanjang perjalanan di salah satu jalan utama Malang, ada gapura yang menuliskan kantor polisi. Karena berkali-kali melewatinya, kami sampai mengingat gapura tersebut.
Aku membelokkan motor ke arah kantor polisi. Setelah tiba dan memarkirkan motor, kami masuk ke dalam kantor polisi. Polsek Klojen, itu yang tertulis di slide show merah di depan pintu Polsek.
Kami masuk ke ruangan depan Polsek, menanyakan tempat yang diperbolehkan untuk memasang tenda di sekitaran kota Malang kepada seorang polisi yang berjaga, tetapi pak polisinya terlihat bingung mau jawab apa.
"Saya tanya pimpinan dulu ya!" Kemudian Pak Polisinya masuk. ia terlihat muda, sekitar 35 tahunan dengan perawakan tinggi.
Polisi muda itu kembali keluar.
"Disini ga ada tempat itu, mbak." Jawaban yang kurang memuaskan menurut kami. Masa ga ada tempat untuk nenda di sebuah kota wisata.
"Sebenarnya di belakang ada musholla kecil kalo mbak berdua mau istirahat. Tapi saya tanya ke pimpinan dulu ya!"
Tanpa menunggu jawaban, polisi muda itu kembali masuk. Kali ini lumayan lama. Setelah beberapa lama menunggu akhirnya polisi muda itu keluar bersama dengan seorang paruh baya, mungkin ini pimpinan yang dimaksud oleh si polisi muda.
"Ada yang bisa saya bantu?" Pertanyaan bapaknya dingin banget, dengan wajah dingin juga. Dari pertama bapak tersebut nongol, aku langsung menangkap aura terganggu di raut wajahnya. Seorang polisi yang terganggu dengan 2 wanita backpackeran yang ujuk-ujuk datang ke Polsek.
Aku dan Meta kembali menjelaskan tujuan awal yang aku yakin beliau sudah tahu dari polisi muda tadi.
"Ga ada. Kalo mau yang sewa penginapan, disini banyak penginapan."
"Selain penginapan, Pak? Kalo penginapan tanpa bapak beritahu juga kami sudah tahu." Ahh entah kenapa mulutku tiba-tiba menjawab seperti ini.
"Yaaaa ga ada, mbak."
"Disini ga ada orang backpackeran yang nenda gitu?"
"Ga ada."
"Jadi selama ini belum ada backpacker yang nanyain ini selain kami?"
"Selama ini ga ada."
Fix. Beliau benar-benar dingin. Dingin dan berwibawa itu beda. Yang aku tangkap saat itu adalah sikap dinginnya beliau.
"Tadi bapak itu bilang di sini ada musholla. Boleh ga kalo kami numpang istirahat di musholla itu?" Bapak yang kumaksud adalah polisi muda yang tadi menawarkan musholla.
Beliau menolak.
"Misalkan nih pak. Kami numpang istirahat disini sampe pagi kemudian besok pagi baru melanjutkan perjalanan boleh? Kami mau ke Turen tapi sudah malam."
Beliau tetap menolak. Walaupun kami sudah jelaskan tetap saja beliau tidak mengizinkan kami.
"Turen kan Malang Kabupaten. Jam segini masih ramai kok, Mbak. Bisa istirahat disana."
"Ohh jadi Malang Kabupaten lebih memberi solusi ketimbang Malang Kota ya, Pak?" Aku ikut merespon dingin jawaban beliau.
"Iya kalian lebih baik kesana saja, Mbak."
"Yaudah makasih ya, Pak. Kami mau ke Malang Kabupaten saja. Mungkin Malang Kabupaten ngasih solusi yang lebih baik ketimbang Malang Kota. Permisi!" Aku kembali mengulangi kata-kataku barusan.
Beliau dan polisi muda sempat bertatapan. Mungkin mereka berusaha mencerna ucapanku barusan. Entahlah! Aku malas memikirkan itu terlalu jauh. Polisi muda yang dari tadi masih ada disitu hanya diam saja sejak tadi.
Aku dan Meta bergegas meninggalkan Polsek Klojen. Jujur sih sedih, tapi kami ga bisa berbuat apa-apa. Mungkin memang ketentuan disana seperti itu. Hanya saja kami sama sekali tidak menyangka akan mendapat jawaban-jawaban penolakan super dingin, seolah traveler hanya memiliki satu pilihan : penginapan. Seolah kami tidak layak mendapatkan jawaban-jawaban hangat, atau penolakan-penolakan yang disampaikan dengan baik.
***
Aku dan Meta kembali berada di jalanan Kota Malang. Bahkan kami hampir mengingat jalanan dan perempatan sana.
"Kita ke Toko Oen aja yuk! Aku mau nyobain kopinya. Sekalian kita mikir-mikir mau tidur dimana!" Kami bahkan hampir melupakan rencana ke Toko Oen.
"Hayuk!"
Bermodalkan Google Maps, motor melaju ke arah Toko Oen. Ternyata Toko Oen itu ada di sekitar Alun-Alun Malang hahahahaha. Berarti kami sudah berkali-kali lewat sekitar Toko Oen.
WELKOM IN MALANG. Toko Oen die sinds 1930 aan de gasten gezelligheid geeft
Sebuah spanduk putih dengan tulisan kapital berwarna merah menyambut kedatangan kami. Sejak pertama datang, suasana klasik bangunan tuanya membawa kami ke suasana tempo doeloe. Memasuki toko, fikiran seolah diajak untuk menikmati masa lampau, mundur berpuluh-puluh tahun ke belakang. Lumayan mengusir kekesalan di polsek tadi.
Kami mengambil tempat duduk kosong di bagian dalam. Ada kursi klasik berwarna biru tosca dan cream menghiasi ruangan. Saat duduk, aku bisa mencium aroma cat dari kursi yang aku tempati. Mungkin baru di cat ulang, fikirku.
Aku memesan segelas kopi dan Meta memesan segelas es krim. Sambil menunggu pesanan tiba, kami memilih untuk beristirahat setelah seharian berada di jalan raya. Aku menyukai kaki kursi Toko Oen yang rendah, juga suasana tempo doeloe yang menaungi toko membuat tubuhku menjadi rileks. Bahkan Meta sempat tertidur hahahaha.
Lama ditunggu, akhirnya pesanan kami datang juga.
Sambil menikmati pesanan, aku dan Meta membahas kejadian di polsek tadi. Hanya saja kali ini kami sudah tidak kesal seperti saat mendengar jawaban-jawaban beliau tadi.
"Mungkin mereka berhati-hati." Itu alasan paling klasik yang ada di fikiran kami, setidaknya supaya malam ini tidak berlalu dengan kekesalan.
Apalagi mengingat perjalanan yang sudah kami lewati dengan cerita-cerita perjalanan yang penuh kejutan, sambutan beliau di Polsek tadi aku anggap seperti seni sebuah perjalanan. Mau gampang tinggal ke penginapan. Sesederhana itu. Tidak mau melewati perjalanan yang sederhana? Yaudah nikmati saja pengalaman-pengalaman unik di perjalanannya.
***
Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam di Toko Oen, kami melanjutkan hunting. Hunting tempat tidur hahaha.
Ke rumah sakit aja yuk!" Kami sudah berkali-kali melewati rumah sakit, tapi sama sekali tidak terpikirkan untuk tidur di rumah sakit. Entah ada angin dari mana, Meta mencetuskan ide tersebut.
"Yaudah hayuk!"
Motor melaju pelan menuju rumah sakit yang dimaksud. Lihatlah! Kami bahkan ingat dimana lokasi rumah sakit. Memasuki wilayah rumah sakit, kami memarkirkan motor kemudian mencari tempat yang sekiranya layak untuk menjadi tempat tidur.
"Supaya security ga curiga, kita harus hati-hati, Kal!"
What? Hati-hati yang seperti apa? Berjalan mengendap-endap di tepian dinding? sedikit merunduk? atau merayap?
Hahaha enggak-enggak. Kami bukan seorang buronan atau maling. Kami tetap berjalan seperti biasa dengan carrier besar di punggung. Maksud Meta adalah masuk seperti pengunjung lain, walaupun pengunjung lain jelas-jelas tidak menggendong carrier di punggungnya.
Sejujurnya aku jaraaaannnggggg banget ke rumah sakit. Aku ke rumah sakit hanya saat menjenguk jika ada keluarga atau kerabat sakit. Jadi aku tidak memiliki bayangan apapun tentang menumpang tidur di rumah sakit.
Aku hanya mengintil Meta dari belakang. Tidak mau mikir yang aneh-aneh dulu.
"Kita ke situ, Kal!" meta menunjuk ke gedung sebelah kiri. Aku manut saja. Setelah dekat aku baru tahu ternyata gedung yang dimaksud adalah gedung Instalasi Gawat Darurat.
"Serius Metaaa?" Rasanya aku ingin menanyakan ini ke Meta, tetapi Meta juga sama sepertiku, tidak menyangka akan ada ide untuk tidur di rumah sakit. Hanya saja bedanya Meta pernah menginap di rumah sakit atau di ruang tunggu IGD sebelumnya. Tapi bukan di IGD Malang tentu saja.
Kami masuk ke ruang tunggu. Disana terdapat ruangan besar dan keluarga pasien yang menginap di ruang tunggu IGD. Aku dan Meta menuju tempat kosong yang luas, di samping seorang wanita muda yang berumur sekitar 30 tahunan. Kami memutuskan untuk menghabiskan malam disana.
Setelah mengobrol sebentar dengan mbak-mbak disampingku, aku baru tahu ternyata mereka adalah keluarga pasien yang memutuskan menunggu keluarganya dengan menginap di IGD. Aku melihat sekeliling, ada yang membawa kasur lipat, ada juga yang hanya melapisi lantai dengan tikar.
Setelah mengeluarkan perlengkapan tidur dan mencuci muka di toilet ruang tunggu, aku dan Meta membeli nasi goreng di depan IGD. Rencananya aku dan Meta ingin makan di tempat jual nasi goreng saja. Tetapi setelah tadi sempat mengobrol dengan mbak-mbak disamping tempat tidur dan tahu ternyata dia belum makan, jadinya aku dan Meta membeli nasi goreng lebih dan memutuskan makan bareng di ruang tunggu.
Sambil makan bareng, kami mengobrol banyak hal. Dari pertanyaan-pertanyaan mereka seputar perjalanan kami hingga akhirnya memutuskan tidur di IGD, hingga mengobrol tentang mbak tersebut. Tenyata mbak tersebut sudah tidur di ruang tunggu selama beberapa minggu, menunggu salah satu keluarganya yang sudah berminggu-minggu dirawat.
Tidur di IGD malam itu membuat kami belajar banyak hal, termasuk mensyukuri kesehatan yang kami miliki hingga akhirnya kami bisa melakukan perjalanan-perjalanan tanpa dipenuhi banyak kekhawatiran. Kami bersyukur karena ternyata dari sekian banyak warga Malang bahkan belum menikmati keindahan wisata di daerahnya sendiri, kami justru memiliki waktu dan rejeki untuk mengeksplore daerah orang lain.
Mata sudah berat. Setelah cukup lama mengobrol dengan mbak-mbak di samping kami, kami mulai menyelonjorkan badan di matras yang memang kami bawa, kemudian masuk ke dalam sleeping bag untuk beristirahat. Besok jam setengah 6 pagi kami sudah harus melanjutkan perjalanan ke Turen.
***
Rencana jalan jam setengah 6 hanyalah rencana. Kami bangun hampir jam 6. Itupun karena suara riuh di kiri dan kanan. Meta menuju kamar mandi yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pengunjung atau keluarga pasien, sedangkan aku bergegas packing.
"Cuss sana mandi, Kal!" Ucap Meta setelah keluar dari kamar mandi.
"Iyaa. Nitip barang yaa!" Ucapku seraya menunjuk carrier yang sudah dipacking rapi.
Aku bergegas ke kamar mandi. Tubuhku sudah lengket sana-sini. Mandi dan keramas pasti sangat menyegarkan.
Aku tidak ingat berapa lama aku mandi, hingga ada panggilan dari luar kamar mandi.
"Kall!!! Kall!!! Buruan. Kita diusir."
What? Diusir? Aku sudah selesai mandi. Tinggal membereskan peralatan mandi. Setelah aku keluar, aku melihat tempat yang tadi malam ditiduri oleh sekian banyak keluarga pasien ternyata kosong. Tidak ada tikar-tikar ataupun kasur-kasur. Hanya tinggal carrier kami. Kami bergegas menggendong carrier dan keluar gedung.
"Itu kenapa, Met?"
"Kirain tadi kita diusir-usirin. Ternyata itu cleaning service mau bersih-bersih, makanya dibuat kosong. Nahhh... Tadi security datang gara-gara ngeliat carrier kita."
"Terusss??"
"Ya dia heran kok ada tas gunung segala, kayak bukan keluarga pasien. Akhirnya aku di tanya-tanyain. Untung securitynya baik."
Aku lega mendengar penjelasan Meta barusan. Kami berjalan ke arah parkiran, mengambil motor, lalu melanjutkan perjalanan ke Turen.
***
Rencana jalan jam setengah 6 hanyalah rencana. Kami bangun hampir jam 6. Itupun karena suara riuh di kiri dan kanan. Meta menuju kamar mandi yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk pengunjung atau keluarga pasien, sedangkan aku bergegas packing.
"Cuss sana mandi, Kal!" Ucap Meta setelah keluar dari kamar mandi.
"Iyaa. Nitip barang yaa!" Ucapku seraya menunjuk carrier yang sudah dipacking rapi.
Aku bergegas ke kamar mandi. Tubuhku sudah lengket sana-sini. Mandi dan keramas pasti sangat menyegarkan.
Aku tidak ingat berapa lama aku mandi, hingga ada panggilan dari luar kamar mandi.
"Kall!!! Kall!!! Buruan. Kita diusir."
What? Diusir? Aku sudah selesai mandi. Tinggal membereskan peralatan mandi. Setelah aku keluar, aku melihat tempat yang tadi malam ditiduri oleh sekian banyak keluarga pasien ternyata kosong. Tidak ada tikar-tikar ataupun kasur-kasur. Hanya tinggal carrier kami. Kami bergegas menggendong carrier dan keluar gedung.
"Itu kenapa, Met?"
"Kirain tadi kita diusir-usirin. Ternyata itu cleaning service mau bersih-bersih, makanya dibuat kosong. Nahhh... Tadi security datang gara-gara ngeliat carrier kita."
"Terusss??"
"Ya dia heran kok ada tas gunung segala, kayak bukan keluarga pasien. Akhirnya aku di tanya-tanyain. Untung securitynya baik."
Aku lega mendengar penjelasan Meta barusan. Kami berjalan ke arah parkiran, mengambil motor, lalu melanjutkan perjalanan ke Turen.
IGD yang telah menyelamatkan malamku dan Meta |