Bunda sedang menonton bersama Ayah di ruang tengah saat Gilang
membuka pagar depan.
“Assalamu’alaikum Bun, Yah.” Gilang membuka pintu kemudian langsung
mengambil posisi duduk di sofa sebelah kanan. Gilang tidak menanyakan Iqbaal karena
malam begini Iqbaal sudah tidur di kamar.
“Walaikumsalam. Habis main dari mana, Bang?” Tanya Bunda.
“Habis janjian ketemu Jodie, Bun.” Gilang mengambil remote
tv kemudian memindah-mindahkan channel tv.
“Ayah lagi nonton lomba ini. Kamu datang masa mau
mindah-mindahin tv.” Ayah mengambil remote tv dari tangan Gilang. Awalnya Gilang dan Ayah saling
tarik-menarik remote, tetapi akhirnya remote sukses dalam kekuasaan tangan Ayah, dan dalam
sekejap saja Ayah langsung mengembalikannya ke tayangan semula.
“Gilang Cuma lihat-lihat tayangan lain, Yah. Gilang ga
mindahin tv.”
Ayah tertawa demi mendengar jawaban Gilang. “Iya maksud Ayah
juga gitu.”
“Tapi kan pindahin tv dan pindah-pindah channel beda, Yah…”
“Sudah-sudah kamu bisa saja cari jawaban.” Ujar Ayah sambil
menepuk-nepuk sofa. Ayahnya mau tertawa mendengar jawaban polos Gilang. Tentu saja
Gilang tidak benar-benar polos. Gilang hanya bercanda.
Bunda tersenyum melihat ayah dan anak rebut-rebutan
remote. “Mending sekarang Abang mandi, terus makan. Tadi Bunda sudah pisahin makan malam buat anak sulung bunda. Pasti anak sulung bunda kelaparan.”
“Iyaaaaa, Bunda sayang.” Gilang berdiri dari sofa dengan gaya
setengah jumping seolah sofa memiliki pegas. Ayah Gilang sempat terkejut
melihat kelakuan Gilang yang sangat tiba-tiba. Bunda hanya tertawa melihatnya, sedangkan
Ayah justru gemas melempar bantal ke arah Gilang, tetapi bantal hanya menyentuh
angin sebelum kemudian bantalnya jatuh ke lantai.
Gilang berjalan santai ke arah kamar untuk mengambil handuk.
“Gimana kabar Jodie, Bang?” Bunda bertanya setengah
berteriak.
Kepala Gilang nongol dari balik pintu kamar lalu menjawab “Makin
cantik, Bun!”
***
Gilang mengenakan celana boxer hitam dan atasan kaos
oblong putih. Tubuhnya sudah merasa segar sekarang. Saat Gilang menuju cermin
hendak menyisir rambut setengah gondrongnya, langkahnya terhenti melihat figura
yang ia letakkan diatas meja belajar. Sebenarnya ada beberapa pigura di kamar
Gilang, tetapi mata Gilang justru tertuju ke pigura itu.
Gilang lupa menyisir rambutnya, tangannya menggapai pigura dan tidak menunggu lama pigura tersebut sudah berada
di genggaman Gilang. Gilang menatap pigura tersebut lekat-lekat, kemudian Gilang
tersenyum sendiri.
Gilang masuk ke Lorong waktu dimana dia bersama Jodie kecil
bermain layangan di lapangan dekat rumah.
“Ulur Jod. Iyaa ulur terus!” Jodie mengikuti arahan Gilang.
Layangan berputar-putar tajam di udara.
“Ulur sampe layangan ga berputar-putar lagi, Jod.” Jodie
mengangguk. Jodie terus mengulur tali layangan, sedangkan Gilang memegang
kaleng bekas susu yang dipenuhi gulungan tali gelasan. Tali gelasan adalah tali
yang biasa digunakan untuk bermain layangan. Tali gelasan bertekstur lebih
tajam dibanding tali pancing.
Gilang juga mengikuti geraka tangan Jodie. Saat Jodie megulur
talinya, maka Gilang akan mengulur tali dari kaleng. Jika Jodie menarik tali
layangan, maka Gilang akan menggulung tali gelasan yang bertumpuk-tumpuk di
tanah sebelum tali tersebut menjadi kusut.
Layangan di udara sudah berhenti berputar.
“Sekarang kamu bikin kepala layangan berada di atas, Jod.
Jika kepala layangan sudah di atas, kamu langsung tarik talinya!”
Jodie terus mengikuti petunjuk dari Gilang. Saat Jodie
menarik tali layangan, kepala layangan akan menukik ke depan.
“Yeaayyyyyy, Lang. Lihat Lang!!!” Jodie histeris. Ia kegirangan.
“Yess. Pokoknya gitu terus Jod. Kalo udah bisa, besok kita duel
sama layangan mereka.” Ujar Gilang sambil menunjuk orang-orang yang bermain
layangan sekitar 10 meter dari mereka.
Gilang tersenyum-senyum sendiri.
Drrrrrrttt.
Drrrrrrttt.
Handphone Nokia Gilang bergetar. Lamuyan Gilang buyar.
Gilang tidak lagi berada di tengah lapangan bersama Jodie. Gilang sudah kembali
ke kamarnya, dengan rambut berantakannya.
Gilang mengambil handphone. Message dari Jodie.
Jodie : “Gilang yang gantengnya ori, besok jangan lupa ke
rumah gue yaaa!”
Gilang : “Gue ganteng emang dari lahir keleus. Besok ngapain
ya? Lupa gue.”
Jodie : “Ya iyalah dari lahir. Emang bisa gitu hidung lo
mancungnya dicicil? Hahaha.”
Jodie : “Ehh pura-pura lupa lagi. Izinin gue ke ibu Laaaanggg!”
10 menit kemudian.
Jodie : “Laaanggg. Lo udah tidur ya?”
Gilang : “Iyaaa Jodieku yang bawelnya kebangetan. Besok gue
ke tempat lo. Siapin makanan yang enak. Gue ga mau tau. Pokoknya harus enak.”
Jodie : “Kirain udah tidur. Siappp Gilangku yang baiknya
kebangetan.”
Jodie : “Good night, Lang.”
Gilang : “Good night, Jod.”
Gilang meletakkan handphonenya. Matanya kembali terfokus ke pigura. Ia kembali menatap fotonya dan Jodie. Kali ini tatapannya kosong. Di dalam pigura nampak Jodie dan
Gilang masih menggunakan seragam sekolah. Jodie menggunakan topi baseball
berwarna putih, kedua tangannya memperlihatkan layangan berwarna merah dengan 3
buah ekor berwarna kuning dan merah.
Sedangkan Gilang dengan rambut pendek di atas telinga berada
di samping Jodie. Tangan kanannya memegang kaleng yang dipenuhi gulungan tali
layangan, kemudian tangan kirinya memegang dan sedikit menekan kepala Jodie. Di
dalam foto tersebut Jodie sedang tertawa hingga memperlihatkan giginya yang
rapi, sedangkan Gilang terlihat tersenyum menatap kamera.
“Loh kok abang belum makan?”
Gilang terkejut. Kembali sadar dari lamunannya. Ia melihat
ibunya berdiri di depan pintu dengan nampan berisi 2 gelas bekas ngeteh Ayah dan Bunda.
“Ehh, iya Bun. Gilang lupa.”
Gilang berdiri lalu meletakkan kembali pigura di tempat
sebelumnya. Setelah menyisir rambut sebentar, Gilang langsung berjalan menuju
dapur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar