Sumber foto : Google |
Menjadi perantau yang jauh dari orangtua itu memang menyenangkan. Tidak ada yang membangunkanku di pagi buta untuk ke pasar membeli sayur, atau meminta diantar ke rumah saudara nenek saat aku sedang asik-asiknya menonton FTV.
Tidak ada wajah masam jika pulang terlambat, tidak ada yang mengomeli jika harus karaokean bersama teman-teman hingga larut malam. Apalagi semakin bertambah usiaku, ibu dan ayah memberikan kebebasan juga kepercayaan kepadaku. Mereka menganggap anaknya sudah cukup dewasa untuk mengerti mana yang baik dan buruk.
"Dang lupa nabung, Nak!" Itu pesan yang selalu ibu sampaikan di balik telepon.
"Jaga kesehatanmu, Nduk!"
"Dang sering-sering makan mie. Dang telat mengan!"
Apalagi semenjak merantau, kebebasan serasa ku genggam sendiri. Bebas menentukan untuk berteman dengan siapa saja, kemana saja, belajar mandiri dan berjuang sendiri.
Lalu apa aku menjadi lalai dengan kebebasan? Bukankah orang tua jauh? Lagipula aku jalan kemanapun dengan uangku sendiri kan? Toh jalan dengan jujur atau berbohong pun ibu dan ayah tidak akan tahu?
Jujur saja, aku sering melakukan kesalahan. Dulu aku pernah berbohong untuk bisa jalan. Tetapi sekarang itu menjadi hal yang aku takutkan dan aku hindari. Aku takut, jika suatu saat terjadi sesuatu padaku dalam keadaan aku yang berbohong.
Kini setiap aku melakukan perjalanan, aku berusaha untuk menghubungi orang tua di kampung. Aku juga bersyukur ibu dan ayah mengizinkan. Selagi itu kegiatan yang positif, ibu dan ayah akan selalu mendukung.
Aku percaya, dengan izin dan doa mereka bisa jadi alasan cerahnya perjalanan, selamatnya aku dari mulai masuk hutan hingga kembali ke empuknya kasur kamar. Aku percaya bahwa doa-doa merekalah yang mengudara di atas kepala menjagaku yang susah diatur dan ceroboh ini.
Bahkan, jika suatu saat terjadi sesuatu yang buruk pun, setidaknya mereka tahu bahwa aku tidak berbohong.
Saat aku memutuskan merantau sendiri, berarti ada tanggung jawab yang sudah harus kupikul. Dan dari sekian banyak tanggung jawab, kepercayaan orangtua tetap nomor satu.
Hingga kini, yang aku takutkan sebagai perantau adalah "Bagaimana jika kepercayaan ibu dan ayah padaku hilang?"
Masukan dari aku di judulnya aja sih, mending diganti jadi "Pentingnya Menjaga Kepercayaan Orang Tua Bagi Anak Rantau"
BalasHapusTerima kasih koreksinya, Kak. Memang aku kesulitan menentukan judul tulisan saat itu. Koreksi kakak sangat membantu.
Hapus