Kamis, 07 November 2019

Sampah di Lautan, Salah Siapa?

Belakangan ini media mulai sering menyorot berita perihal sampah plastik dan bahayanya untuk lingkungan. Aktivis-aktivis muda berpengaruh bahkan mulai menggunakan powernya seperti followers ataupun viewers untuk bersama-sama mengajak generasi-generasi muda untuk mulai #BijakBerplastik.

ScienceMag menuliskan bahwa sampah plastik terus meningkat jumlahnya sejak tahun 1950 hingga 2015. Jika pada tahun 1950 hanya ada 2 juta ton per tahun, pada 2015 jumlahnya meningkat 190 kali lipat atau sama dengan 381 juta ton per tahunnya. Woowww bukan tidak mungkin kuantitas sampah plastik akan terus meningkat dari tahun-tahun jika kita terus-menerus ketergantungan pada plastik.


Di tempat umum tempat-tempat sampah memang sudah diperbanyak, para kreator  mencoba mengolah sampah baik dalam skala kecil maupun besar sebagai bentuk tanggung jawab dan sebagai bentuk cinta kepada bumi pertiwi.

Ada banyak orang yang mulai concern pada sampah plastik dan lingkungan ini. Tetapi... masih banyak orang yang tidak peduli dan masih membuang sampah sembarangan, seolah tangan mereka begitu ringan untuk menjatuhkan sampah di trotoar, di kursi tunggu, di jalan raya, atau di sungai.

Sekarang pertanyaannya, ke mana perginya sampah-sampah itu?

Sampah-sampah yang tidak beres dikelola di darat, akan berlabuh ke sungai dan mengalir terus hingga ke laut. Lalu di laut sampah akan terus menumpuk hingga membahayakan hewan laut dan ekosistem secara keseluruhan. Menyeramkan yaa?

Faktanya sampah menjadi masalah negara, bukan hanya Indonesia. Banyak negara di luar sana yang kelimpungan menghadapi sikap rakyatnya yang tidak terlalu aware terhadap sampah. Tetapi kita perlu ingat, negara Indonesia adalah negara yang besar dengan penduduk yang sangat banyak. Tentunya kita tidak mau kan sampah-sampah kita menjadi sumber penyakit orang lain atau bahkan negara lain?

Boyan Slat, Founder dan CEO The Ocean Cleanup dan Interceptor Ciptaannya

Kondisi laut semakin lama semakin mengkhawatirkan dengan banyaknya sampah yang ada di lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahkan memprediksi pada tahun 2050, jumlah sampah plastik di laut akan lebih banyak dibanding biota laut.

Pada 31/10/2019 bertempat di Hotel Indonesia Kempinski aku berkesempatan untuk menghadiri undangan Danone yang bertema "Innovation on waste management river plastic interception".

Pada pertemuan ini Danone dan Aqua merilis hasil implementasi interceptor 001 buatan Boyan Slat melalui The Ocean Cleanup. Interceptor 001 adalah sistem pertama yang diciptakan The Ocean Cleanup untuk mencegah masuknya sampah plastik ke laut lewat sungai.

Danone dan Aqua di Indonesia bekerjasama dengan The Ocean Cleanup melakukan riset pengumpulan sampah plastik di sungai menggunakan sistem InterceptorTM 001 yang ditempatkan di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk.

Kerjasama ini didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah DKI Jakarta, dan Pemerintah Belanda.


Bagaimana The Ocean Cleanup Melalui Interceptor 001 Bekerja?

The Ocean Cleanup memulai penelitian dan proyek mereka untuk sungai sejak 2015. Interceptor 001 sendiri merupakan bagian dari kerja sama penelitian antara Danone dan The Ocean Cleanup yang dimulai Januari 2018.

Di Indonesia, kerja sama tersebut dimulai sejak 2018 antara Pemerintah Indonesia dan Belanda, dan dikembangkan lebih lanjut pada Mei 2019 dengan penambahan program penelitian yang dikoordinir oleh AQUA untuk menemukan metode pengumpulan dan pengolahan sampah plastik dari sungai terbaik agar sampah tersebut tidak mengotori laut.

Penelitian yang berlangsung di lokasi yang sama dengan Interceptor 001 tersebut mencakup 3 lingkup, yaitu:

  1. Plastic Waste Flow – mengukur kuantitas dan tipologi sampah plastik di sungai.
  2. Facility Design – mengembangkan sistem pemilahan yang efektif dan aman untuk memproses sampah plastik dari sungai.
  3. End Market Solution – mengindentifikasi teknologi dan industri yang mampu mendaur ulang sampah plastik dari sungai.

Oiya, hingga saat ini, sudah ada empat Interceptor di dunia, dimana dua diantaranya telah beroperasi di Jakarta (Indonesia) dan Klang (Malaysia). Sistem ketiga akan segera ditempatkan di Can Tho yang terletak di Mekong Delta (Vietnam), dan sistem keempat akan ditempatkan di Santo Domingo (Republik Dominika).

Kembali lagi ke pertanyaan awal guys, yaitu bagaimana interceptor ini bekerja? Secara singkat, Interceptor 001 ini akan menangkap, memfilter sampah plastik dari sungai, kemudian mengangkatnya dari sungai supaya tidak sampai ke lautan. 


Boyan Slat menyampaikan bahwa Interceptor 001 harus membersihkan sampah plastik yang sudah ada di laut supaya sampah benar-benar hilang dari laut. Namun, di saat yang bersamaan, perlu untuk "menutup keran" sumber sampah plastik itu berasal, yaitu sungai. Tujuannya agar tidak ada lagi aliran sampah yang masuk ke lautan.

Ayo #BijakBerplastik Dari Sekarang!!

Sampah plastik adalah isu global yang sangat signifikan dan dampaknya tidak hanya pada lingkungan kita, namun juga terhadap perekonomian, pariwisata serta kesehatan. 

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memiliki target untuk mengurangi sebanyak 70% sampah plastik di laut pada 2025. Penting juga untuk dapat mulai mengelola sampah sendiri menggunakan prinsip circular economy yang bertujuan untuk mengurangi sampah plastik serta menggunakannya sebagai sumber daya secara terus-menerus. Hal ini diperlukan untuk menciptakan untuk menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Dengan langkah pengolahan plastik ini, Hamish Daud, selebritas dan Pendiri Indonesian Ocean Pride mengatakan bahwa AQUA benar-benar brand yang mampu membuktikan diri sebagai brand pionir. Selain itu AQUA JUGA melakukan hal-hal positif dan nyata bagi lingkungan.

"Sebagai seorang pecinta lingkungan, saya sangat senang dapat bekerja sama dengan AQUA untuk membawa kebaikan dengan mengajak masyarakat, khususnya generasi muda sebagai generasi calon pemimpin bangsa, berkontribusi dalam menjaga lingkungan," ujar Hamish





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Kal di @kalenaefris