Rabu, 18 Oktober 2017

(Bukan) Camcer di Gunung Salak 1 via Ci Melati



Aku masih di kereta kak.
Nanti kalo semua udah ngumpul, tinggal aku doank, aku di tinggal aja.

Gpp kok

Send 

Suara announcer menggema di dalam gerbong menginfokan bahwa Commuter Line memasuki Stasiun Depok. masih ada 4 stasiun lagi menuju Stasiun Bogor dengan jarak masing-masing stasiun yang lumayan berjauhan. Perkiraan masih sekitar 30 menit lagi, tapi aku sudah merasa ga enak sama teman-teman yang lain. Terakhir aku baca di grup WhatsApp Salaka Lovers, sudah ada yang berada di lokasi meeting point (mepo).

30 menit yang terasa begitu lama akhirnya berlalu. Setengah berlari aku keluar stasiun Bogor menuju KFC yang persis berada di seberang stasiun. Setelah melewati Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dari kejauhan aku melihat salah satu teman dengan kaos merah lengan panjang bertuliskan Mt Ciremai.

"Lah.. katanya kamu ga jadi ikut, Pank?"
"Rencananya gitu kak, tapi di ajak Bang Econ motoran, ya udah gue ikut."
"Terus teman yang lain udah di KFC belum?"
"Ga tau kak, gue belum ke sana (tempat mepo)"

Setelah berlalu dari Opank, tidak jauh dari depan parkiran aku melihat sekumpulan remaja dengan style pendaki sedang duduk di pojok teras KFC dengan carrier yang berserakan di sekitarnya. Itu pasti mereka, pikirku.

Benar saja, di sana sudah ada Kak Atin, Bang Mamat, dan rekan-rekan lain yang belum aku kenal sebelumnya. Setelah berkenalan masing-masing, kami mulai di sibukkan dengan obrolan seputar pendakian. Opank yang tadi bertemu di kaki lima sudah tiba di KFC dan berbaur dengan kami.

Ternyata, kekhawatiran bahwa aku orang terakhir yang tiba tidak benar. Nyatanya masih ada beberapa rekan yang masih berada di perjalanan. Yaahhh setidaknya ini membuatku tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, walaupun tetap saja datang ngaret yang ku lakukan bukan suatu yang bisa dibenarkan.

Setelah hampir setengah jam, aku dan Opank memutuskan untuk sarapan di warteg yang tidak jauh dari titik mepo. Setelah selesai sarapan, Aku, Opank, dan Bang Mamat berjalan kaki ke pasar tradisional yang berada sekitar 1 km untuk belanja logistik selama pendakian.

"Mba Kal, nanti rencananya mau masak apa?" Tanya bang Mamat setengah berteriak. Kami sedang berjalan kaki mencari celah kemacetan.

"Sayur sop, sambal jengkol, dan tumis-tumisan Bang." Sahutku dengan setengah berteriak juga. Mobil dan motor di sepanjang jalan berjalan merayap. Trotoar di penuhi pedagang kaki lima. Klakson bersahut-sahutan pertanda tingkat kesabaran masyarakat yang masih kurang. Mungkin mereka terburu-buru, tetapi membunyikan klakson di daerah macet tidak akan berpengaruh apapun pada laju jalan, selain kebisingan.

Waktu menunjukkan Pukul 11.30 WIB. Kami memasuki pasar dan mencari logistik mulai dari bawang, cabe, minyak sayur, sayur sop, hingga buah-buahan. Bang Mamat mulai melakukan tawar menawar menggunakan Bahasa Sunda. Tidak begitu lama 2 bungkus sayur sop, 2 bungkus sayur asem, sedikit cabe, bawang, daun bawang, dan sedikit daun seledri di dapat hanya dengan harga 15ribu saja. Wooowww, harga yang sangat murah menurutku.

Setelah satu persatu kebutuhan di beli, kami segera kembali ke mepo karena rekan-rekan yang sebelumnya masih di perjalanan sudah mulai berkumpul.

***

Angkot yang di dominasi warna hijau berbaur di tengah kemacetan. Bogor selain di kenal sebagai kota hujan, juga terkenal dengan kepadatan lalu lintasnya. Sudah 2 jam kami berada dalam angkot yang di sewa menuju ke Ci Melati. Kami di bagi menjadi 2 angkot. Angkot pertama berisikan Aku, Meta, Ci Yanti, Kak Atin, Bewok, dan Deni. Angkot kedua berisikan Bang Mamat, Haris, Mukhlis, Didi, Goblin, Dian, dan Heru. Kemudian Econ dan Opank mengendarai motor menuju ke tempat yang sama dengan tempat yang akan kami tuju.

Jam sekarang menunjukkan Pukul 14.28 WIB. Perkiraan sekitar 30 menit lagi kami tiba di Villa Abah, titik awal pendakian.


"Bang Deniiii..." suara Meta memenuhi angkot "Nanti abang jalannya jangan jauh-jauh dari akuh yaa, secara abang yang paling banyak beli cemilan." Terlihat Bang Deni mengangguk menahan tawa di balik buff yang dia kenakan. 

"Mending entar abang bareng akuh ajah." Aku juga menimpali "Eeemmmm entar abang mau akuh masakin apah?" Suaraku memenuhi angkot.

"Sama akuh aja bang!" Meta ga mau kalah.

"Baek-baek sama Meta. Pokoknya abang jangan lupa ngucap kalo dekat-dekat Meta!"

Kali ini Bang Deni lepas kontrol. Dia hanya bisa tertawa mendengar suara-suara cempreng kami. Di sampingku Meta terlihat sedikit memanyunkan bibirnya.

"Emang abang yakin ga mau di deketin akuh?" Canda Meta di lanjut dengan simpul senyum. Teman-teman di dalam angkot sudah tertawa dari tadi. Aku cuma bisa tersenyum melihat kelucuan travelmate ku ini, tidak pernah berubah, selalu lucu dan menyenangkan.

Sepanjang perjalanan kami berisik perihal apa saja. Ada banyak hal-hal tidak penting yang kami bahas sekedar mengisi waktu di dalam angkot.

Tidak terasa kami sudah memasuki jalan cor beton menanjak yang hanya cukup dilalui 1 mobil. Sebelah kanan terlihat Tempat Pemakaman Umum, lalu di sebelah kiri peternakan ayam dengan aroma khas ayam yang menunjukkan bahwa kami akan segera tiba di Villa Abah.

***


"Sis.." panggil ku ke Meta yang sedang menatap pemandangan kota Bogor. Meta yang menyadari aku sedang merekam video langsung mengeluarkan senyum manisnya.

"Haiiii... for the first time, I wanna try.. Salak Mountain.." ucap Meta sumringah seraya tangannya menunjuk ke arah belakang, tempat yang nanti akan kami daki. Refleks tanganku membaca alur tangannya Meta, dan merekam pemandangan Gunung Salak di belakang yang terlihat setengah berkabut.


3 komentar:

Follow Kal di @kalenaefris