Memiliki finansial sehat adalah hak segala bangsa, ehh keinginan segala umat manusia yang ada di muka bumi ini deng. HiyaHiyaHiya
Bahkan nih ya, pemerintah jorjoran berusaha menargetkan
pendapatan perkapita. Kita dalam skala sempit juga sama. Sedari kecil,
sebagian besar kita sudah memiliki standarisasi sejahtera yang rata-rata
kriterianya tidak jauh berbeda, yaitu finansial sehat. Karena dengan finansial
sehat akan menghasilkan senyum sumringah tanpa degdegan adanya hutang yang
mengetuk dompet sewaktu-waktu.
Oh iya Hallo!! Kenalin aku Kal. Aku perantau asal pinggiran Sumatera
Selatan yang memutuskan merantau ke ibukota karena alasan klise. Uang.
Seperti perantau-perantau pada umumnya, aku mengejar jodoh mimpi di Jakarta. Berharap bahwa
Jakarta adalah rumah baru dimana gompelan-gompelan berlian bisa terkumpul
dengan cepat. Aku tidak muluk-muluk berharap seperti crazy rich Surabaya dengan
uangnya yang bergelimang, apalagi menyerobot gelar crazy rich Jakarta. Beneran
deh! Suer!
Mauku Cuma bisa ngumpulin uang yang banyak untuk melanjutkan
renovasi rumah orangtua di kampung yang pernah mangkrak, memiliki beberapa
asset bergerak maupun asset tidak bergerak, memiliki tabungan yang membuat
dompetku selalu kenyang tanpa terlihat gendut seperti perut buncit berisi
sampah lemak, serta dana pensiun yang cukup untuk anak, cucu, serta
keponakan-keponakan. Ga banyak kan? HeuHeuHeu
Semangat 45 tanpa Tombak adalah Rela Sekarat
Semangat 45 sebagai perantau ternyata tidak selalu berada di
jajaran klasemen teratas hidup. Terkadang badan justru malas untuk
ngapa-ngapain. Otak begah untuk mikir yang berat-berat. Dari yang awalnya mau
fokus sama kerjaan, ehh malah nyelip-nyelip godaan untuk berperilaku konsumtif
yang mengatasnamakan “silaturahmi or ngumpul or nongkrong”.
Dari yang
awalnya cuma ikut-ikut ngumpul, jadinya ikut-ikut makan padahal di rumah sudah
makan, jadinya ikut beli kopi di cafe padahal kopi sachet di rumah numpuk,
jadinya kepengen punya barang yang dipunyai oleh teman entah itu sekedar topi,
pakaian, sepatu, hingga ke gadget. Ujung-ujungnya pengeluaran membengkak. Oh
Tuhan! Dan disini mulai ngerasa kalo Tuhan enggak adil. Ngomel-ngomel ke Tuhan
protes karena merasa memiliki gaji kecil.
Bertahun-tahun hidup dalam ketidakstabilan keuangan membuat
rencana awal kembali dirubah, sedangkan resolusi dari tahun ke tahun tetap
jalan di tempat. Gaji hanya numpang lewat tanpa ada yang melekat. Lalu lupa
pada tujuan awal merantau.
Nafas dompet yang mulai sekarat sedikit demi sedikit membuat
aku melihat ke belakang. Mengecek kesehatan keuangan, kemudian mengobatinya
sedikit demi sedikit pada titik-titik yang digerogoti penyakit. Dari yang
awalnya memfollow akun-akun online shop, aku mulai beralih memfollow akun-akun konsultan
keuangan seperti MoneySmart, hingga menonton video-video inspiratif tentang kiat-kiat
mengatur finansial sedini mungkin. Dari #MoneySmartMenginspirasi inilah aku seolah disentil. Semakin
banyak artikel yang kubaca, semakin aku sadar bahwa kondisi finansialku selama
ini carut-marut.
Namun buat apa terus menerus terpuruk? Masih banyak
kesempatan untuk memperbaiki finansial menjadi lebih sehat, dan inilah yang aku
lakukan belakangan ini, dan pastinya akan aku share ke kalian.
1. Mengatur Alokasi Keuangan
Demi keuangan yang sehat, aku mengelola keuangan dan membaginya ke dalam beberapa pos pengeluaran, seperti pengeluaran pokok, dana darurat, life style, asuransi, dan tabungan. Untuk tabungan sendiri aku sudah melirik-lirik investasi. Jika dulu aku begitu menggebu-gebu untuk belanja pakaian hampir setiap bulan, kali ini aku hanya belanja sesuai dengan alokasi keuangan. STOP jika sudah limit!2. Mencari penghasilan tambahan
Sebagai seorang perantau, mau tidak mau pengeluaran
sudah harus dialokasikan secara rutin setiap bulan. Biaya kostan, listrik, air,
transportasi, makan, hingga pulsa menjadi pengeluaran rutin yang tidak bisa
dihindari. Belum lagi kiriman untuk orangtua di kampung yang masuk dalam
kategori prioritas membuat menabung rasanya menjadi sulit. Uang cukup hingga
akhir bulan saja rasanya sudah syukur. Disitu aku mikir “Kalo seperti ini
terus, lalu apa gunanya aku merantau?”
Dari sinilah aku akhirnya mencari
penghasilan tambahan. Aku memanfaatkan hobby dan teknologi menjadi mata air
rejeki. Aku yang suka menulis akhirnya menerima job-job menulis atau menerima
tawaran job di sosial media.
Untuk kamu yang ingin mencari penghasilan
tambahan juga jangan khawatir. Kamu tekuni hobimu, kemudian cari peluang rejeki
di dalamnya. Contohnya : menjadi instruktur yoga buat kamu yang menyukai
olahraga yoga, membuat open trip untuk kamu yang suka travelling, menjadi
seorang graphic design untuk kamu yang kreatif, atau menawarkan jasa perawatan
kucing buat kamu yang mencintai hewan nan lucu bersuara “meowww” ini.
Namun, kerja sampingan tidak semudah yang
difikirkan, walaupun sesuai hobi sekalipun. Karena ketika kita berniat untuk menyemplung
ke dunia kerja sampingan, artinya akan menambah kesibukanmu selain pekerjaan
utama. Kamu bisa baca tips ini supaya kerja sampingan tidak mengganggu
pekerjaan utama.
3. Jadikan Tujuan Awal sebagai Kaca yang Besar
Sifat moody benar-benar mengganggu semangatku.
Terkadang semangatku hanya sampai depan pintu. Belum juga keluar pagar, ehh
udah nyerah hanya karena mendung. Begitupun perihal mengejar mimpi sebagai
seorang perantau ini. Kadang suka merasa capek. Untungnya aku memiliki kaca
besar yang selalu menjadi cermin, yaitu orangtua di kampung.
Mereka benar-benar menjadi obat dari segala
obat.
4. Selalu Percaya Pada Proses
Mungkin nama Bob Sadino sudah tidak asing
bagi kita, terlebih di era digital seperti ini dimana kata-kata inspiratif dari
beliau bertebar di dunia maya. Sebelum Bob Sadino sukses seperti sekarang, beliau
sempat menjadi kuli hingga berdagang telur ayam.
Ada juga Susi Pudjiati, Menteri Kelautan
dan Perikanan Indonesia yang hanya lulusan SMP. Lulusan SMP tidak membuat
beliau rendah diri dan patah semangat. Nyatanya, berkat kegigihannya dalam
berdagang, beliau berhasil mendirikan sejumlah bisnis, salah satunya bisnis
penerbangan Susi Air.
Baca Juga : Gak Tamat SD, Ini Crazy Rich Pariaman yang Punya Ferrari, Harley, dan Aston Martin
5. Masa Lalu adalah Masa Lalu, Masa Depan Ditentukan dari Sekarang
Masa lalu yang suram, hutang yang menumpuk,
atau kerugian jujur saja sedikit banyak akan membuat kita kecewa pada diri
sendiri, tertekan, dan terpuruk. Namun apakah akan terus terpuruk atau justru
kembali bangkit itu tergantung ke masing-masing orang.
Ada salah satu kutipan yang aku suka :
“Kita memang harus menerima kekecewaan,
tapi jangan sampai kita kehilangan harapan” – Martin Luther King Jr.
Dari salah satu artikel yang aku baca di Money
Smart, aku mendapatkan pencerahan.
Kecewa itu wajar dan hal itu memang pasti
kita alami. Akan tetapi, jangan lantas kekecewaan itu membuatku kehilangan harapan.
Jika harapan kita untuk jadi lebih baik atau sukses di masa depan hilang begitu
saja, maka hancurlah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar