Hidup penuh dengan kejutan bukan?
Rasanya... baru kemarin kita berada di suatu daerah yang tenang dengan bebek-bebek bebas berenang, lalu esoknya kita terhempas di sebuah kota yang hiruk-pikuk. Sepertinya baru kemarin kita menjadi anak kecil yang terbata-bata menyebut kata ayah ataupun ibu, lalu sekarang menjadi orang yang bisa mengucapkan banyak kalimat dengan terburu-buru. Rasanya... baru kemarin kita melakukan banyak hal, dan waktu terus berlalu hingga semuanya berlari menjadi masa lalu.
Di sebuah kedai kopi, menatap jalanan Tb Simatupang yang selalu ramai lalu-lalang kendaraan, juga ditemani lagu Maroon 5 hingga lagu Andra & The Backbone, aku ingin mengajakmu ke masa aku kecil. Cerita sederhana ini dimulai antara Tahun 1998 hingga 2002 (Jujur aku tidak bisa mengingat jelas tahun berapa. Aku hanya mengingat bahwa cerita ini terbentuk saat aku masih SD), melanjutkan episode kenangan kecil tentang sungai yang sudah ku ceritakan di tulisanku sebelumnya.
Anggap saja cerita sederhana ini aku tulis untuk menemanimu minum kopi atau dongeng pengantar tidurmu malam ini.
Rasanya... baru kemarin kita berada di suatu daerah yang tenang dengan bebek-bebek bebas berenang, lalu esoknya kita terhempas di sebuah kota yang hiruk-pikuk. Sepertinya baru kemarin kita menjadi anak kecil yang terbata-bata menyebut kata ayah ataupun ibu, lalu sekarang menjadi orang yang bisa mengucapkan banyak kalimat dengan terburu-buru. Rasanya... baru kemarin kita melakukan banyak hal, dan waktu terus berlalu hingga semuanya berlari menjadi masa lalu.
Di sebuah kedai kopi, menatap jalanan Tb Simatupang yang selalu ramai lalu-lalang kendaraan, juga ditemani lagu Maroon 5 hingga lagu Andra & The Backbone, aku ingin mengajakmu ke masa aku kecil. Cerita sederhana ini dimulai antara Tahun 1998 hingga 2002 (Jujur aku tidak bisa mengingat jelas tahun berapa. Aku hanya mengingat bahwa cerita ini terbentuk saat aku masih SD), melanjutkan episode kenangan kecil tentang sungai yang sudah ku ceritakan di tulisanku sebelumnya.
Anggap saja cerita sederhana ini aku tulis untuk menemanimu minum kopi atau dongeng pengantar tidurmu malam ini.
Kemarau
Siang saat itu teramat terik. Musim kemarau di kampungku membuat sawah kekurangan air. Jalanan lebih mudah berdebu. Di musim kemarau seperti itu biasanya anak-anak lebih suka menghabiskan waktu di sungai. Selain air yang sangat jernih, sungai juga menjadi lebih dangkal.
Aku dan teman-teman akan berjalan ke arah hulu sungai hingga pangkalan Perantuan. Pangkalan Perantuan adalah pangkalan mandi yang dekat dengan pemakaman umum kampung, juga dekat dengan satu-satunya sekolah di kampungku. Di pangkalan itu ada pohon kemiri tua yang dahannya meneduhkan jalan setapak saat siang, tetapi mencekam saat malam.
Jika sudah tiba di Pangkalan Perantuan, kami akan berjalan meniti ke tengah sungai. Kemudian berhanyut-hanyutan melewati kebun kopi, rumpun bambu kuning, pohon ara besar, melewati pangkalan depan rumah dan terus berhanyut-hanyutan jauh hingga ke pangkalan Dayat.
Dayat adalah salah satu teman masa kecilku. Dulu pangkalan Dayat merupakan batas kami berhanyut-hanyutan. Aku tidak mau berhanyut-hanyutan melewati pangkalan Dayat. Selain karena sudah terlalu jauh yang lebih dari 2 km, juga karena arusnya sudah terlalu deras untuk anak-anak kecil seumuranku.
Dayat adalah salah satu teman masa kecilku. Dulu pangkalan Dayat merupakan batas kami berhanyut-hanyutan. Aku tidak mau berhanyut-hanyutan melewati pangkalan Dayat. Selain karena sudah terlalu jauh yang lebih dari 2 km, juga karena arusnya sudah terlalu deras untuk anak-anak kecil seumuranku.
Belajar Memanjat
Selain bermain di sungai, panasnya hari saat kemarau membuat dogan (orang-orang di kampungku menyebut kelapa muda dengan sebutan dogan. Di Jakarta lebih sering disebut "degan") terlihat sangat menyegarkan. Biasanya setiap minggu akas (Di suku Daya Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Akas dan Ajong adalah sebutan untuk kakek) memanjat pohon kelapa. Kelapa-kelapa yang sudah tua dikupas kulitnya kemudian dijual. Tidak semua kelapa tua dijual, sebagian buah kelapa diolah menjadi minyak kelapa yang digunakan untuk keperluan memasak sehari-hari.
Saat memanjat kelapa, biasanya akas juga menjatuhkan beberapa buah dogan untuk di nikmati bersama-sama. Aku sangat menyukai dogan pemberian dari akas. Airnya manis walaupun tanpa gula ataupun susu, dan ketebalan dagingnya juga pas. Akas sepertinya ahli dalam memilih dogan.
Biasanya setelah akas memanjat kelapa dan menjatuhkan hasil panennya, aku dan adikku akan membantunya membawa kelapa-kelapa tersebut ke halaman rumah untuk dikupas. Aku terkadang membantu mengupas kelapa, dari yang awalnya menghabiskan setengah jam untuk mengupas satu buah kelapa, hingga hanya membutuhkan sekitar 5 menit untuk membuat rambut kelapa menjadi plontos.
Sayangnya akas tidak setiap hari memanjat kelapa, dan persediaan dogan tidak selalu ada. Belakangan aku baru tahu jika akas tidak sering-sering mengambil dogan karena ingin menjadikan kelapanya tua. Hanya saja, saat itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti. Yang aku fikirkan hanyalah keinginanku untuk menikmati dogan yang segar. Keinginan itulah yang menyebabkanku akhirnya nekat memanjat kelapa.
Memanjat kelapa itu sangaaattt susah. Jauh lebih susah dibandingkan memanjat pohon duku, sawo, atau manggis sekitar rumah. Jika pohon-pohon lain memiliki banyak dahan yang bisa dijadikan tumpuan tangan maupun kaki, pohon kelapa tidak memiliki cabang. Jika di pohon-pohon lain aku bisa beristirahat dengan menyandarkan tubuh di dahan, aku tidak bisa melakukannya di pohon kelapa.
Pohon kelapa di kampungku biasanya memiliki lubang kecil di sisi kiri dan kanan pohon. Kedalaman lubang hanya 3 cm hingga 5 cm. Mana cukup untuk menopang kaki. Jarak antara lubang satu dan lubang di atasnya adalah sekitar 1 meter. Saat itu usiaku belum cukup 10 tahun, kakiku masih terlalu susah untuk menjangkau lubang satu ke lubang lainnya.
Di percobaan-percobaan pertama, aku hanya bisa naik seperempat dari tinggi pohon kelapa. Tubuhku belum terlalu besar untuk bisa memeluk pohon kelapa secara utuh.
Saat kecil adalah masa-masa tanpa pikir panjang. Asalkan itu menyenangkan, maka aku lakukan. Permasalahannya semua hal terasa menyenangkan, termasuk memanjat pohon kelapa. Aku hanya ingin bisa minum dogan sesuka hati tanpa menunggu akas memanjatnya.
Pernah suatu waktu aku menangis karena ingin dogan, tetapi akas sedang ke kebun. Tidak ada yang bisa memanjat dogan, termasuk ayah. Bahkan hingga aku dewasa, belum pernah kulihat ayah memanjat pohon kelapa. Aku menangis hingga sesenggukan. Jika sudah begitu, umak lah (Umak adalah panggilanku untuk nenek. Sebenarnya di Suku Daya, nenek biasa disebut Maju atau Mbay) yang akan sibuk menenangkanku.
Proses
Bulan berganti tahun, dari yang awalnya hanya sanggup memanjat seperempat pohon, akhirnya aku bisa memanjat setengah dari seluruh ketinggian pohon. Kakiku sudah kuat, sudah terbiasa menahan tubuh untuk berdiri lama di pohon. Tapi aku punya masalah baru, takut ketinggian. Aku takut jika terjatuh dari pohon kelapa yang tinggi itu.
Karena ketakutan tersebut, aku dan adikku menggunakan buluh bambu yang panjang. Ujung buluh bambu di belah dua sepanjang 10 cm. Di antara belahan akan di letakkan ranting kecil supaya ujung bambu menganga. Ujung bambu yang menganga itu berguna untuk menjepit tangkai buah lalu memilinnya hingga buahnya terjatuh.
Bukan hal sulit jika buah tersebut memiliki tangkai yang kecil seperti duku, sawo, ataupun manggis. Hanya dengan dipilin sedikit, maka buah akan langsung rontok dari tangkai. Tetapi dogan? Tangkainya besar dan serat tangkainya kuat. Aku kesulitan untuk meremukkan tangkainya.
Aku bekerjasama dengan adikku. Aku memanjat hingga setengah dari ketinggian pohon kelapa. Kemudian dari bawah, adikku menjulurkan buluh bambu yang ujungnya buluhnya sudah menganga. Untuk selanjutnya aku berjuang memasukkan tungkai dogan diantara buluh. Tangan kanan berusaha memegang buluh, tangan kiri memeluk pohon.
Jika tangkai buah sudah berhasil di jepit oleh buluh bambu, aku akan memutar-mutarkan buluh hingga tangkai menjadi remuk dan akhirnya dogan jatuh ke tanah atau kubangan sawah. Aku biasanya berusaha untuk menjatuhkan dogan di kubangan sawah, karena kontur tanah sawah yang lebih lembek jika dibandingkan dengan tanah di daratan, membuat dogan jatuh tanpa harus pecah.
Aku dan adikku melakukan itu secara bergantian. Terkadang aku yang memanjat, terkadang adikku. Jika adikku yang memanjat, tugasku adalah menjulurkan bambu dan mengambil dogan dari kubangan sawah.
Bisa karena Biasa
Semakin lama aku dan adikku semakin terbiasa. Jika sebelumnya menggunakan bambu untuk mendapatkan hanya satu atau dua buah dogan, kali ini aku bisa mendapatkan dogan sebanyak yang aku inginkan. Tidak ada lagi aku yang beraninya memanjat hanya setengah dari ketinggian kelapa, aku bahkan bisa menjatuhkan kelapa tanpa alat bantu.
Aku memanjat tanpa kendala hingga ujung pohon, kemudian memilin tangkai dogan hingga remuk. Jika tangkai dogan sudah remuk, hanya dengan menariknya, dogan akan jatuh ke tanah. Jika aku tidak ingin dogan jatuh ke tanah, sebelum jatuh, aku akan memegang lalu melempar dogan ke arah sawah.
Aku memanjat tanpa kendala hingga ujung pohon, kemudian memilin tangkai dogan hingga remuk. Jika tangkai dogan sudah remuk, hanya dengan menariknya, dogan akan jatuh ke tanah. Jika aku tidak ingin dogan jatuh ke tanah, sebelum jatuh, aku akan memegang lalu melempar dogan ke arah sawah.
Sejak itu, keluargaku tahu aku bisa memanjat kelapa. Mereka yang awalnya melarangku karena takut aku jatuh, akhirnya hanya bisa pasrah. Terlebih saat aku membawa beberapa dogan ke rumah, antara cemas dan bangga ibu menerimanya. Cemas karena takut anaknya kenapa-kenapa, juga bangga karena diantara sekian banyak laki-laki yang tidak bisa memanjat bahkan seperempat saja dari ketinggian pohon kelapa, anak wanita satu-satunya justru bisa mengambil kelapa dengan tangan kosong.
Tetapi, diluar dari itu, ada kebahagiaan besar dari ibu, yaitu kakiku yang sebelumnya tidak bisa berjalan hingga berumur 4 tahun justru bisa memanjat kelapa tanpa kendala. Aku yang memiliki history kaki lemah justru membuktikan ke ibu bahwa aku bisa jika aku mau berusaha. Ini baru aku ketahui saat aku dewasa, di sela-sela obrolan santai aku dan ibu.
Seperti Pisau, Jika Tidak Diasah Akan Tumpul
Sekarang aku ajak kamu melompat ke Tahun 2013 - sekarang dimana usiaku bukan kanak-kanak lagi.
Belakangan ini jika aku pulang ke kampung, Maju Nuri (saudara / adik kandung akas) biasanya akan memintaku untuk mengambil dogan. Sudah lama tidak makan dogan katanya. Atau jika aku sedang rindu kampung dan suasana kecil, aku akan melakukan hal-hal yang menjadi kenangan kecil tersebut. Salah satunya mengambil dogan lalu menikmatinya di pondok sawah atau di tepian sungai.
Belakangan ini jika aku pulang ke kampung, Maju Nuri (saudara / adik kandung akas) biasanya akan memintaku untuk mengambil dogan. Sudah lama tidak makan dogan katanya. Atau jika aku sedang rindu kampung dan suasana kecil, aku akan melakukan hal-hal yang menjadi kenangan kecil tersebut. Salah satunya mengambil dogan lalu menikmatinya di pondok sawah atau di tepian sungai.
Kemudian saat melewati pematang sawah menuju ke salah satu pohon kelapa, akan ada ibu-ibu atau bapak-bapak yang menyapaku.
"Mau manjat dogan, Kalena?"
Yapp, mereka sudah mengetahui jika aku bisa memanjat. Dulu mereka sering melihat sendiri saat aku memilin dan menjatuhkan dogan dengan mudah. Sayangnya, keahlianku sekarang tidak bisa lagi disamakan dengan saat dulu.
Dulu aku melakukannya hampir setiap minggu, hingga cengkraman tanganku kuat, hingga pijakan kakiku mantap. Dulu aku memanjat dari satu pohon ke pohon lainnya tanpa kesulitan. Dulu aku bisa memilih dogan yang airnya manis, berdaging tebal dan lembut seperti pilihan akas.
Sekarang telapak kakiku lebih cepat sakit, tubuhku lebih cepat lelah, dan lebih sering beristirahat. Baru seperempat ketinggian pohon kelapa sudah istirahat, kemudian setengan pohon istirahat lagi. Belum lagi telapak kaki yang semakin memerah karena menahan tubuh terlalu lama.
Sekarang telapak kakiku lebih cepat sakit, tubuhku lebih cepat lelah, dan lebih sering beristirahat. Baru seperempat ketinggian pohon kelapa sudah istirahat, kemudian setengan pohon istirahat lagi. Belum lagi telapak kaki yang semakin memerah karena menahan tubuh terlalu lama.
Jika dulu aku bisa berada lama di atas pohon kelapa dan menjatuhkan dogan sesuai keinginan, sekarang aku hanya menjatuhkan dogan semampuku saja.
By the way guys, kopiku sudah habis nih, sudah larut malam juga. Sampai jumpa di ceritaku selanjutnya yaaa! Semoga saja kamu tidak bosan atau mengantuk lalu meninggalkanku yang sedang asik-asiknya bercerita.
Atau kamu mau gantian cerita kenangan masa kecil di blogmu? Okee! Kurasa diammu pertanda setuju. Berarti, next gantian kamu yang cerita yaa! 😊
Baca juga : Episode Kenangan Kecil : Sungai
Menjadi Tua itu Pasti
Iya... menjadi tua itu pasti, aku rasa kamu juga setuju dengan istilah ini. Berbagai hal remeh maupun besar pernah menetap lalu pergi, namun tidak semuanya layak dilupakan. Itulah sebagian kenangan kecil yang kali ini ku ceritakan kepadamu. Mungkin nanti aku akan menceritakan kenangan-kenangan lainnya.By the way guys, kopiku sudah habis nih, sudah larut malam juga. Sampai jumpa di ceritaku selanjutnya yaaa! Semoga saja kamu tidak bosan atau mengantuk lalu meninggalkanku yang sedang asik-asiknya bercerita.
Atau kamu mau gantian cerita kenangan masa kecil di blogmu? Okee! Kurasa diammu pertanda setuju. Berarti, next gantian kamu yang cerita yaa! 😊
Nyiur hijau... di tepi Sumber foto : Dok. Pribadi |
Baca juga : Episode Kenangan Kecil : Sungai
Cakep fotonya , nyiur melambai lambai yang akan membuat kita makin senang dan gembira.
BalasHapusJadi Kalena bisa manjat pohon? luar biasa sekali hehe
BalasHapusKal kampung kamu enak banget, pemandangannya keren. Ada pantai, ada juga sawah.
Di kampungku ga ada pantai Tiinnn, tapi adanya danau. Itupun danaunya sekitar 1 jam perjalanan naik motor 😂
HapusWah tak sadar ternyata kopi sayapun sudah habis mba KAL. Bahagia sekali ya kenangan masa kecilnya seperti cerita si bolang. Sedari kecil sudah body rafting (menghanyutkan diri di sungai) sampai memanjat pohon kelapa.
BalasHapusDi kampung saya memanjat pohon kelapa bukan dengan melubangi pohonnya tetapi ada tambahan tali pengikat di kaki seperti gelang yang berukuran besar dan dilingkarkan ke pohon untuk menyambung kaki. Nanti orang yang memanjat akan melompat lompat-lompat sampai di atas.
Agak sulit sih membanyangkannya. Sayapun agak bingung juga menjabarkannya.
Tapi seperti yang mba KAL jelaskan di jarang sekali yang bisa memanjat pohon kelapa. Di kampung saya MAAF sekarang ini banyak di gantikan oleh monyet.
Saya suka sekali membaca deskripsi latar dan adegan dalam cerita ini. Begitu asyik hingga saya lupa bahwa kopi pesanan saya telah datang dan saya biarkan dingin begitu saja.
BalasHapusSemoga Kalena bisa kembali lincah memanjat seperti dahulu. Latihan di GOR, Kak. =)
Yaampun ternyata kamu bisa naik pohon kelapa kal.. setrong sekali kaki sama tangan kamu.. tapi untungnya kamu bisa naik turun dengan aman. Enggak sampai kenapa2 aku engga tau kenapa jadi degdegab baca cerita ini
BalasHapusAlhamdulillah aku ga kenapa-kenapa Len. Kamu ga usah panik gituu, aku gpp kok wkwk
HapusAyu sudah tua yah, dak paca manjat pohon kelapa lagi. Hahahahaha.
BalasHapusUmur emang dak pacak ditutupi yee hahaha
HapusSaya dari lahir di Jakarta, sekarang pun tinggal di Jakarta. Meskipun selama beberapa tahun sempat tinggal di Bekasi. Pemandangan hijau seperti ini dan kehidupannya tentu aja bukan keseharian saya. Saya lebih terbiasa dengan macet dan segala keramaian di kota besar.
BalasHapusTetapi, membaca postingan seperti ini memang bikin kangen. Udah lama juga saya gak menikmati pemandangan alam seperti ini. Dan belum tau juga kapan bisa jalan-jalan lagi. Kangen berat pokoknya :)
Pemandangan alam? 🤔
HapusBaca ini asyik banget, berasa kayak seri petualangan..hehe..
BalasHapusJadi inget dulu waktu kecil gue juga beberapa kali main di desa..
Mungkin ngga mirip banget pengalamannya, tapi setting-nya sama..
Gue lebih ke menjelajah sawah-sawah dan hutan ..
Good job!
Waah masa kecilnya senang banget yaa sudah bercengkrama dengan alam. Dulu waktu kecil saya juga suka manjat pohon depan rumah, pohon jambu air siy, masih jauh lebih mudah dibandingkan dengan pohon kelapa
BalasHapusKurnia
Sukaaa banget bacanya, serasa lagi lihat Kal versi kecil lagi main-main di sungai dan manjat pohon dogan. Btw, emang deh ya itu kaki strong banget, ga kuat naik dogan sampai atas lagi sih, tapi naik gunung tiap minggu masih kan, Kal? Hahaha.
BalasHapusNaik gunung masiihh Lis, tapi udah ga tiap minggu hahaha
HapusMantappp.. Panjat pohon Kelapa petik dogan.. Paling banter saya cuma panjat pohon Mangga..
BalasHapusDan setelah tinggal di kota, baru pegang batang pohonnya saja tetangga sudah teriak "awas jatuh" :(
wahhh padahal pohon kelapa tinggi banget ya. aku juga dulu suka banget manjat pohon mangga atau cerres. tapi sekarang angkat tangan sudah hehehe
BalasHapusMasa kecil kamu lebih menguji nyali banget ya secara memanjat pohon kelapa dibanding aku yang bermain karet sama aslen.. hiks hiks pastinya itu masa kecil tak akan pernah terlupakan ya mbak... makasih atas sharing yang begitu menarik mbak..
BalasHapusMasa kecil kamu lebih menguji nyali banget ya secara memanjat pohon kelapa dibanding aku yang bermain karet sama aslen.. hiks hiks pastinya itu masa kecil tak akan pernah terlupakan ya mbak... makasih atas sharing yang begitu menarik mbak..
BalasHapusIya mba. Waktu cepak sekali berlalunya. Dulu saya suka banget ngegalau "mana jodoh saya, mana jodoh saya". Eh tahu-tahu sekarang udah nikah dan punya anak hihihi
BalasHapusKalo baca cerita masa kecil, selalu baper karena merasa usia uda gak kecil lagi angkanya huhuu... Kalo aku cerita masa kecilku, itu tentang mandi dan nyuci di sumber melewati sawah, turun bukit. Pulangnya naik, berkeringat, percuma rasanya tadi jegur2an di sumber wkwkwk... maklum, belum ada PDAM.
BalasHapusNgalir dan serasa didongengin pembawaan ceritanya, kak kalena. Harusnya aku baca pas malam hari ya. Aku baca di kemacetan jadi seperti dininak bobokan.
BalasHapusCerita yang sangat menarik kak :)
Yaa ampun Putri Sriwajaya satu ini pandai memanjat pohon kelapa, mantaap, tak heran pandai pula naik gunung hehehe. Satu hal yang bikin kita bangga bahwa semasa kecil kita tuh aktif, main di alam terbuka. Kadang kasihan sama anak zaman sekarang yang hidupnya cuma duduk dan pelototin gadget, ga ada aktivitas fisiknya. Besok petikin aku dogan yaa Dek hehehhe
BalasHapusAaakk bisa banget manjat pohon kelapa wonder women nih, masa kecil begini yang akan terkenang terus yaa hehe, duhh jadi pengen kembali ke masa kecil hhe
BalasHapusJadi keingat kampung halaman yg sejuk dan menyenangkan karena hijaunya masih asri
BalasHapusMba.. Suka ceritanya, yg kebayang sama aku tanah pedesaan yg asri dan tenang. Ya Allah jadi kangen kampung halaman, lebaran kemarin ga mudik soalnya.
BalasHapusSenangnya yang punya pengalaman masa kecil penuh petualangan, kalau dijadikan inspoirasi menulis cerpen atau novel kyknya bagus tu mbak.
BalasHapusDulu saat kecil, walau gak di desa tapi ortu saya juga punya kebun, pernah manjat jg tapi ada trauma perut kena paku yg tertancap di batang pohon, akibatnya pakunya menggores perut mayan dalam dan panjang, semenjak itu agak cemen manjat hahaha
Membaca ceritanya dari awal hingga akhia tanpa ada rasa bosan mengalir begitu aja dan terbawa ke masa kecil nya.
BalasHapusGa nyangka ya dengan kaki itu Bisa juga ke gunung sumbing bareng bpj dan pertama kali ketemu kal di depan sekre bpj.
DituDi tu ya cerita cerita lainnya hehe
Jadi turut hanyut ke masa kecil. Kenangan yang sangat manis. Meski aku dulu bandel sekali. Sekarang juga masih.. Hahaha
BalasHapusAdo wong Sumatera Selatan jugo ruponyooo... Kangen akas aku jadinyo. Mokasih yo ceritanyo.
BalasHapusaku waktu kecil hobinya manjat tiang listrik, panjat tiang bendera sekolah kal.
BalasHapustau-taunya udah nyampe atas aja.
yg di bawah penjaga sekolah udah teriak-teriak suruh turun.
Masa kecil Kalena luar biasa. Dan salut, ada wanita yang bisa manjat pohon kelapa. BTW, di kampung saya juga, kelapa muda disebut "dogan". Padahal di Sulawesi
BalasHapusMasa kecil ya? Hmmmm enak ya kiga yg masa kecilnya belum terkontaminasi dengan gadget hahahaha
BalasHapuswah seru mbak masa kecilnya.. jadi dogan iti sebutan untuk kelapa muda ya? aku disini nyebutnya sih degan :D mirip2 ya..
BalasHapusWanita super nih bisa manjat pohon, apalagi pohon kelapa. Petikin satu donk buat saya dogan nya hehe.
BalasHapusMasa kecil emang surga banget ya, kl kenapa2 paling yg sakit badan bukan hati #eaaa
BalasHapusWuiih bisa manjat pohon kelapa Kal? entar 17-an ikutan lomba panjat pinang yaa hahaha
BalasHapusSeger banget minum dogan apalagi di pinggir pantai siang hari bolong. Apalagi kalo di ambilin langsung sama kal. Hehe
BalasHapusAyuk Kal, keren banget bisa manjat pohon kelapa. Dan aku setuju pesan moralnya, semua orang pasti menua ya, kemampuan tubuh pun pasti tidak selincah waktu kecil. Yang penting, kita selalu sehat deh sampai benar-benar tua nanti 😁
BalasHapusYa Allah baca tulisan ini jadi berasa orang Plembang KW 😂
BalasHapusWaktu kesana, minum dogan juga langsung dari pohonnya. Sempet heran dogan apaan dah? Pas dikasih lha itu mah degan haha. Kalau disana dogan namanyo haha.
Cerita tentang Sungai Selabung dong Yuk, ponakan ku abis mandi disana langsung pilek nya ilang. Kata bapakku juga rada magis sungai itu 😹
Terima kasih Yuk, sudah nulis ini jadi ingat kampung 😍
..keren sekali cara kakak mengajak kami 'menikmati' masa kecil kakak.
BalasHapusSemoga kenangan Dogan secara langsung maupun tidak langsung, membawa hal postif ke masa depan kakak ya. Duuh jadi kangen 'menengok' kenangan masa kecil juga nih saya...
Ka Kal seru banget ceritanya dan asik penyampaiannya, aku merasa menjadi bagian dari cerita itu.
BalasHapusFotonya jg bagus Ka..
pantesan gedeny seterong, kecilnya gitu kelakuannya donk.
BalasHapusSemangat mencari cara untuk dapetin dogan hebat, kalau saya mending beli aja hehehe *pemalas
BalasHapusTomboy sekali kamu mba waktu kecil. Wajar saja kalau bisa manjat pohon kelapa. Suatu prestasi buat anak perempuan ya.
BalasHapusmasa kecil itu amat indah . makasih mengingatkan aku untuk selalu mengenang masa itu. dan itu adalah masa paling menyenangkan dan terindah yang tak akan kembali.
BalasHapusSemua yg kak kalena tulis diatas, aku pernah merasakan jg.
BalasHapusBahkan utk mengenang masa kecil, saat pulang kampung aku melakukan hal2 konyol yg pernah aku lakuin dulu. Rasanya sangat bahagia banget.
Judulnya bikin penasaran, pas udah baca eh nemu lebih banyak istilah baru, dogan, akas, umak 😄 senang sekali ya bisa mengenang masa kecil ka Kal. Btw ga dimarahin ibu manjat2 pohon kelapa? 😄
BalasHapusFix masa kecilmu menyenangkan Kal hahahaaa....
BalasHapus